JAKARTA–MICOM: Penerapan sistem proporsional tertutup yang diusulkan beberapa partai politik dalam revisi Undang-Undang Pemilu akan terganjal di Mahkamah Konstitusi.
“Sebelumnya (pada 2009) Mahkamah Konstitusi telah membatalkan sistem ini. Jadi, saya kira sulit untuk diterapkan kembali, karena MK akan menolaknya. Faktor MK ini perlu diperhitungkan,” kata pengamat politik dari Akbar Tandjung Institute, M Alfan Alfian, di Jakarta, Sabtu (24/12).
Ia menilai DPR justru sebaiknya memfokuskan pada perbaikan sistem yang ada, dan menambal kekurangan sistem proporsional terbuka yang telah diterapkan.
“Perbaikan sistem ini dengan mengadaptasi elemen-elemen sistem distrik dan menutup kelemahan-kelemahan dari sistem distrik,” katanya.
Ia mengatakan ada beberapa hal yang perlu diperbaiki dalam pemilu ke depan, seperti tentang tata cara penentuan calon anggota legislatif dan juga penentuan daerah pemilihan.
Menurut dia, ke depan sebaiknya daerah pemilihan semakin kecil dan alokasi kursi setiap daerah pemilihan juga diperkecil dari 3-12 menjadi 3-6 kursi.
“Dengan adanya pengecilan daerah pemilihan dan alokasi kursi diharapkan semakin mendekatkan pada konstituen,” katanya.
Sebelumnya Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) mengusulkan sistem proporsional tertutup dalam revisi Undang-Undang Pemilu. Sistem proporsional tertutup merupakan penetapan calon anggota legislatif berdasarkan nomor urut yang telah ditentukan partai politik, bukan suara terbanyak.
Sistem ini digunakan semasa Orde Baru. Pada Pemilu 2009, MK membatalkan sistem ini sehingga pemilu saat itu menggunakan sistem proporsional terbuka. Sistem proporsional terbuka menetapkan calon anggota legislatif dengan suara terbanyak. (Ant/OL-10)
Source : Media Indonesia