Menghadapi Pemilu 2009, partai politik di Indonesia mulai berjuang melakukan banyak hal untuk meraih suara, umumnya supaya dapat menempatkan kader di kursi DPR. Tak ketinggalan pimpinan parpol makin sering tampil di media massa untuk menunjukkan eksistensi.
Namun, tidak demikian halnya dengan Partai Perjuangan Indonesia Baru (PIB). Partai yang pada Pemilu 2009 ini menjadi peserta pemilu untuk kedua kalinya itu justru terkesan melawan arus. Pimpinannya tak banyak muncul di media massa. Kader partai justru ditanam dari tingkat bawah, yakni menjadi anggota DPRD kabupaten/kota dahulu, baru kemudian ke DPRD provinsi.
Keyakinan Partai PIB, seperti diungkapkan ketua umumnya Kartini Sjahrir di Jakarta, pekan lalu, perubahan dimulai dari bawah, bukan dari atas. Karena itu, dengan cara yang sederhana, mereka melakukan perubahan. Caranya, dengan mengajarkan kepada calon anggota DPRD mereka bagaimana ”membaca” APBD.
”APBD kita itu, sebagian besar atau 70 persen, untuk kegiatan rutin. Sisanya untuk anggaran pembangunan. Dengan belajar membaca APBD, maka kalau mereka menjadi anggota legislatif, mereka dapat membuat APBD yang lebih prorakyat,” kata Kartini. Alasan yang sederhana.
Namun, kesederhanaan dan niat baik untuk membuat Indonesia menjadi lebih baik itu kadang memang tidak sebanding dengan nasib Partai PIB pada pemilu. PIB tidak banyak memperoleh suara dalam pemilu. Kartini pun tidak malu menyebutkan partainya itu kecil, gurem, atau imut-imut.
Pengajar Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya, Airlangga Pribadi Kusman, mengakui, Partai PIB adalah salah satu bentuk partai modern yang berbasis program. Salah satunya ditunjukkan melalui upaya meningkatkan kapasitas legislasi, yang dilakukan sejak masa kepemimpinan Sjahrir.
”Namun, partai-partai di Indonesia ini, kan, masih berbasis aliran. Akibatnya, berat bagi PIB. Elektabilitasnya menjadi lemah karena kesulitan memperoleh konstituen. Hal ini yang membuat PIB akhirnya tak populer,” ujar Airlangga.
Partai PIB pun identik dengan Sjahrir. Ia seperti roh bagi partai itu. Kepergiannya pada Juli 2008 bagaikan meninggalkan ruang kosong dalam jiwa Partai PIB. Kekosongan inilah yang mesti segera diisi Kartini, yang dilantik sebagai Ketua Umum Partai PIB sejak 2007, dengan bijak, hati-hati, dan penuh semangat. Tentu ada saja yang meragukan kapasitasnya. Keraguan itu mesti bisa dijawab Kartini.
Dalam tubuh PIB, sebagaimana diakui Kartini dalam pidato politiknya pada 2 Juni 2007, terjadi persoalan yang dialami partai lain, yakni kader yang loncat pagar. Namun, ia percaya pada seleksi alam. Siapa yang kuat, dialah yang bertahan. Kader yang kuat bertahan dalam Partai PIB.
Airlangga berpendapat, seleksi alam itu juga dapat melanda Partai PIB. (IDR)
Source : kompas online