Home > Education > Political Marketing > Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar saat mendeklarasikan diri sebagai calon presiden pada pilpres 2024 di Gelora Delta Sidoarjo, Jawa Timur (6/8/2022)

Menelusuri jalan politik Abdul Muhaimin Iskandar tampak panjang dan penuh liku. Namun menariknya, dalam setiap langkah yang dilalui, ia tunjukkan jejak-jejak kelihaian seorang petarung politik. Memang sejatinya, Muhaimin sosok petarung yang kenyang tantangan.

Sebagai bagian dari generasi baru politik yang dilahirkan dari magma reformasi politik 1998, grafik capaian politik Muhaimin konsisten menanjak. Begitu pun, ia menjadi satu-satunya politisi reformasi yang masih bertahan dalam kedudukan paling tinggi di partai politik.

Menduduki jabatan Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) yang dideklarasikan 23 Juli 1998, menjadi titik awal kiprah Muhaimin Iskandar dalam panggung perpolitikkan nasional. Sebelumnya, sosok kelahiran Jombang, Jawa Timur pada 24 September 1966 yang lebih akrab dipanggil “Cak Imin” ini, berkiprah sebagai aktivis mahasiswa Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII). Karir tertingginya saat itu, sebagai Ketua Cabang PMII Yogyakarta (1994-1997).

Jejak sukses Muhaimin selanjutnya terukir bersama PKB. Bersama Ketua Umum PKB pertama, Matori Abdul Djalil, Muhaimin turut mengantar kesuksesan PKB menduduki peringkat ketiga Pemilu 1999. Masih dalam semangat reformasi, PKB sebagai partai baru berbasis massa Nahdlatul Ulama (NU), mampu meraih 13.336.982 pemilih (12,61 persen) dan menempatkan 51 wakilnya di DPR. Tidak kurang menggembirakan, deklarator PKB, KH Abdurrahman Wahid, selanjutnya terpilih menjadi Presiden ke-4 RI, menyingkirkan Megawati Soekarnoputri dan PDI-P yang menjadi pemenang Pemilu 1999.

Hanya saja, jalan politik selanjutnya sempat terhadang. Kekuasaan Presiden Abdurrahman Wahid yang tidak berlangsung lama, lantaran dijatuhkan dalam Sidang Istimewa MPR, 21 Juli 2001, berbuntut panjang pada perpecahan dalam tubuh PKB.

Dualisme kepengurusan PKB terjadi antara versi Matori Abdul Djalil (turut mendukung SI MPR 2001 yang menjatuhkan Presiden Abdurrahman Wahid) dan versi Alwi Shihab. Dalam kemelut partai, Muhaimin paham benar dimana ia harus memihak. Tatkala hasil putusan Mahkamah Agung yang menyatakan PKB versi Alwi Shihab (saat itu didukung Abdurrahman Wahid) dinyatakan sah, pilihannya tepat.

Di bawah kepemimpinan Alwi Shihab, nyatanya PKB tidak terbebaskan konflik. Namun dalam konflik tersebut, lagi-lagi pilihan politik Muhaimin dimenangkan. Pada ajang Muktamar PKB ke-2 tahun 2005, muncul kembali dua versi kepengurusan partai. Muhaimin Iskandar dengan dukungan Abdurrahman Wahid yang notabene masih terbilang pamannya, terpilih sebagai ketua umum Muktamar di Semarang.

Sisi lain, kubu Alwi Shihab dalam Muktamar bulan Oktober 2005 di Surabaya, menetapkan Choirul Anam sebagai ketua umum. Perpecahan kembali berujung pada keputusan MA yang lagi-lagi memenangkan PKB kubu Muhaimin yang didukung Abdurrahman Wahid.

Sejak 2005 hingga kini, Muhaimin bercokol pada puncak kekuasaan PKB. Tahun-tahun awal kepemimpinannya tidak mudah dilalui. Konflik partai masih terus mengintai. Namun sekali lagi, Muhaimin mampu mengatasinya dan mengantarkannya pada capaian politik yang lebih tinggi lagi.

Dalam konflik kali ini terbilang dramatis. Pasalnya, jika semenjak awal karir politiknya ia selalu berada dalam barisan politik pendukung Abdurrahman Wahid, kali ini justru terpilah. Puncaknya, jelang Pemilu 2009, dengan kelihaian berstrategi, Muhaimin lebih condong merapatkan dukungan pada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sebagai presiden ketimbang pamannya Abdurrahman Wahid. Jelas dalam loyalitas politik, langkah Muhaimin tergolong sebuah pembangkangan. Tidak heran, posisinya sebagai ketua umum partai pun digoyang kembali.

Di bawah koordinasi putri Abdurrahman Wahid, Yenny Wahid, dan juga Ali Masykur, kepengurusan Muktamar Semarang yang menempatkan Muhaimin sebagai ketua umum PKB digugat. Namun, berbeda dengan sebelumnya, upaya hukum yang dilakukan jajaran elite PKB kubu Abdurrahman Wahid kali ini ditolak MA. Sejalan penolakan tersebut, keabsahan struktur kepengurusan PKB hasil Muktamar Semarang di bawah kepemimpinan Muhaimin Iskandar diakui.

Dari segenap konflik internal yang ia lalui, perpecahan partai yang dihadapi kali ini tampaknya paling berat. Ia memang mampu mempertahankan jabatannya. Pilihan politiknya membawa PKB dalam koalisi partai pemerintahan pun jitu. Bahkan, selanjutnya, posisi politiknya pun semakin meningkat, masuk dalam jajaran eksekutif sejalan dengan jabatan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi (2009-2014)

Hanya saja, sebagai partai PKB benar-benar terbelah. Pemilih PKB dalam Pemilu 2009 benar-benar terpuruk, hanya mampu mengumpulkan dukungan 5.146.122 pemilih, kurang dari separuh dari capaian pemilu sebelumnya.

Tidak berlarut dalam konflik, PKB di bawah kepemimpinan Muhaimin kembali menggeliat. Faktanya, semenjak konflik 2008 dan keterpurukan hasil Pemilu 2009, kendali politik Muhaimin dalam PKB semakin kuat. Ia mampu mengonsolidasikan kekuatan politik yang terserak. Pemilu 2014 lalu menjadi bukti, tatkala ia mampu membawa PKB lepas dari keterpurukkan.

Saat itu, 11.298.950 pemilih diraih PKB, hampir menyamai dukungan Pemilu 2004. Penguasaan kursi DPR pun meningkat dua kali lipat menjadi 47 kursi dari sebelumnya 28 kursi DPR. Tidak heran, pada Muktamar V PKB, Agustus 2014, di Surabaya, secara aklamasi Muhaimin terpilih kembali sebagai ketua umum.

Kisah sukses masih terus berlanjut. Dalam Muktamar VI PKB Agustus 2019 di Bali, Muhaimin kembali menjadi ketua umum. Pada momen inilah, Muhaimin layak berbangga diri, lantaran semasa kekuasaannya PKB mampu meraih dukungan 13.570.097 pemilih.

Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar (tengah) bersama sejumlah tokoh saat menghadiri acara Haul ke-7 Gus Dur di Kantor DPP PKB, Jakarta (27/12/2016).

Jumlah tersebut merupakan terbesar yang pernah dicapai PKB selama keikutsertaannya dalam pemilu. Tidak hanya itu saja, sebagaimana yang diungkapkan Muhaimin dalam pidato saat Muktamar, PKB mampu menempatkan KH Maruf Amin sebagai Wakil Presiden mendampingi Presiden Joko Widodo.

Jika secara internal partai, kepiawaian politik Muhaimin mampu meredam berbagai konflik dan memenangkan pertarungan, pada pertarungan politik eksternal pun Muhaimin tidak kurang berhasil. Kelihaiannya dalam berstrategi politik menjadikan PKB partai yang kerap berada dalam lingkaran kekuasaan pemerintahan. Dapat dikatakan, semasa kepemimpinan Muhaimin, PKB menjadi partai partai pemenang yang turut berkontribusi melahirkan sosok kepemimpinan negara.

Keberhasilan menjadi partai pendukung pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono 2004-2009 lalu, dilanjutkan dengan pilihan yang tepat mendukung Joko Widodo sebagai calon presiden yang kala itu berpasangan dengan Jusuf Kalla dalam Pilpres 2014 lalu. Langkah politiknya tidak sia-sia, terbukti PKB kembali berada pada barisan koalisi pemerintahan.

Tidak kurang lihainya, tatkala Muhaimin memainkan strategi jitunya jelang Pemilu 2019, yang membuka kemungkinan pembentukan koalisi politik baru. Kala itu, partai-partai dalam barisan oposisi pemerintahan terpikat dan berupaya menjalin kerjasama politik. Partai Demokrat, misalnya, menjadi partai yang paling intensif membangun koalisi baru, koalisi ketiga, di luar polarisasi politik kubu Joko Widodo dan Prabowo Subianto.

Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar, Ketua Dewan Syuro PKB, KH Abdul Aziz Mansyur (kanan), cawapres pasangan dari Joko Widodo, Jusuf Kalla, dan petinggi PKB saat berziarah ke makam Sunan Ampel di Surabaya, Jawa Timur (25/5/2014).

Hanya saja, hasrat Demokrat berkoalisi dengan menampilkan sosok Agus Yudhoyono sebagai calon presiden ataupun wakil presiden, gagal total, lantaran koalisi yang diharapkan tidak juga terbentuk. Saat itu, berbalik dari strategi koalisi baru yang diharapkan, Muhaimin memilih berada dalam koalisi partai pendukung Presiden Jokowi. ”Saya pribadi meyakini kebersamaan koalisi dengan PDI-P dan partai lain di pemerintahan saat ini masih nyaman,” ujar Muhaimin (Kompas, 7/3/2018).

Di dalam strategi peningkatan daya tawar politiknya, tidak kurang lihai yang dilakukan Muhaimin. Kendati partai politik yang dipimpinnya tidak berada pada papan atas dukungan pemilih, ia sadar benar signifikansi kekuatan PKB sebagai mediator politik yang mampu mendeterminasi konfigurasi politik.

Dalam hal ini, tidak ada satupun partai politik papan atas dukungan publik yang dapat berlenggang tanpa dukungan partai papan tengah semacam PKB. Itulah mengapa, secara cerdik ia menghidupkan tawaran koalisi baru, sementara di sisi lain pilihan pragmatis yang didasarkan pada kalkulasi potensi kemenangan menjadi pijakan.

Tiga pimpinan baru MPR, Muhaimin Iskandar (kiri), Ahmad Basarah (tengah), Ahmad Muzani (kanan) di Gedung DPR/MPR, Jakarta (26/3/2018).

Tidak hanya dalam strategi membangun koalisi, upaya meningkatkan daya tawar politik kerap dilakukan, salah satunya dengan menempatkan dirinya sebagai calon presiden PKB. Harus diakui, inilah sisi lihai Muhaimin yang tidak banyak dimiliki para politisi negeri, termasuk generasi politik seangkatannya yang kini mulai redup.

Sebagai ketua umum partai, memang selayaknya jika kursi kepresidenan menjadi karir politik yang harus direbut. Itulah mengapa, jauh hari menjelang pemilu, di saat partai-partai politik masih disibukkan dengan problem internalnya, secara meyakinkan ia justru memproklamirkan dirinya sebagai calon presiden.

Baca juga: Profil Partai Kebangkitan Bangsa (PKB)

Pencalonan Muhaimin sebagai presiden, sekalipun dipandang sebelah mata sebagian kalangan, dapat dibaca sebagai tantangan politik bagi setiap politisi partai. Muhaimin setidaknya telah membuktikan, sebagai politisi sejati, jalan panjang dan berliku yang telah ia lalui dalam politik tidak boleh terhenti.

Sebagai sosok politik yang dilahirkan dalam rahim partai, kenyang dengan berbagai konflik politik, sukses menjadi pimpinan partai politik, selayaknya kini puncak maturitas politik diraih dengan merebut kursi kepresidenan. Hanya persoalannya kini, seberapa besar ketertarikan publik pada sosoknya? (LITBANG KOMPAS).

Edisi selanjutnya: Muhaimin Iskandar dan Problema Aktor Panggung Depan

Editor: ANDREAS YOGA PRASETYO

Source : Kompas.id

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Pemilih Muda Lebih Kritis Memandang Kinerja Parlemen
Elemen Kejutan dari Pencalonan Anies

Leave a Reply