Home > Education > Political Marketing > Nazar : Konflik Aceh Selama 138 Tahun, Bukan 30 Tahun

Nazar : Konflik Aceh Selama 138 Tahun, Bukan 30 Tahun

Banda Aceh — Saat mengawali silaturrahmi dengan tokoh masyarakat di Kemukiman Lamteuba, Kabupaten Aceh Besar, Rabu (02/11) tadi malam, di Masjid Jami’ Lamteuba, Wakil Gubernur Aceh, Muhammad Nazar langsung mengisahkan konflik yang rundung terjadi di Aceh. “Sebenarnya konflik di Aceh itu bukan 30 tahun tapi setelah dihitung-hitung sudah sampai 138 tahun,” kata Nazar.

Aceh lebih lama konflik daripada damai. Setidaknya ada 100 tahun lebih konflik yang terjadi di Aceh. Perkiraanya mulai tahun 1873 dari konflik dengan Belanda, Jepang, Perang Cumbok, DI TII dan dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sampai perdamaian hingga sekarang tahun 2011. Dari semua peristiwa itu dipastikan hanya 15 tahun Aceh ini aman dari 138 tahun berkonflik.

Nazar menginginkan agar perdamaian di Aceh saat ini harus terus dijaga. “Jangan ada lagi konflik dan ribut-ribut, ini harapan agar pembangunan di Aceh dapat dilaksanakan,” pinta Nazar. Akibat konflik yang sangat panjang terjadi di Aceh, artinya banyak “sakit” dengan “sehat” secara ekonomi, politik sampai agama juga sakit dengan munculnya aliran sesat baru-baru ini di Aceh.

Jika diingat kembali sejarahnya sebelum konflik dengan Belanda, orang Aceh juga pernah terjadi konflik pada masa kerajaan Sultan Ali Mughayatsyah, yaitu konflik sesama keluarga. Pernah terjadi konflik kerajaan Pasee dengan Kerajaan Aceh Rayeuk, kemudian Kerajaan Pidie dengan Aceh Rayeuk. “Padahal aktor-aktornya itu saudara Sultan Ali Mughayatsyah,” kenang Nazar.

Kenapa terjadi konflik saudara? Nazar mengatakan karena tidak ada sistem yang terbangun pada masa kerajaan dulu. Namun saat ini sudah ada sistem, Ia berharap konflik tidak lagi terjadi di Aceh dan perdamaian terus dijaga. Sistem yang ia maksud adalah pendidikan, agama, ekonomi dan budaya.

Kalau dilihat dari sudut adat dan budaya, orang Aceh ini tidak boleh miskin. Pasalnya orang-orang Aceh masih memiliki harta pusaka yang luas. “Sehingga orang Aceh harus berfikir produktif untuk membangun, apalagi penduduknya masih sedikit dan tanahnya masih luas,” kata Nazar yang mengaku juga sebagai korban konflik dan pernah di tangkap sebanyak enam kali dengan aparat TNI/Polri. Bahkan akibat konflik RI dan GAM waktu itu, keluarganya juga menjadi korban, rumahnya dibakar, teror dan ancaman lainnya.

Source : The Globe Journal

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Polmark Ungkap Faktor Signifikan Kemenangan Anies-Sandi
Demokrat, PNA dan PAN Dikabarkan Usung Irwandi dan Nova Iriansyah
Big Data Could Impact the Trump-Clinton Election

Leave a Reply