BANDA ACEH – Partai Amanat Nasional (PAN), sepertinya mulai menjajaki peluang untuk berkoalisi dengan partai lokal yang didirikan oleh para mantan aktivis GAM. Hal ini tersirat dari pernyataan DPW PAN Aceh yang memberikan izin kepada kadernya, termasuk yang duduk di kepengurusan partai, untuk menjadi calon anggota legislatif (caleg) dari Partai Aceh.
“PAN tidak akan memberhentikan kadernya yang menjadi caleg dari Partai Aceh,” tulis Sekretaris DPW PAN Aceh, Tarmidinsyah Abubakar, dalam pesan singkatnya kepada Serambi, Kamis (6/8). “Hal ini kami perlu tanggapi mengingat ada beberapa kader PAN di beberapa daerah yang meminta restu Pimpinan DPW PAN berkaitan dengan pendaftaran mereka untuk menjadi caleg di partai lokal tersebut,” kata dia.
Tarmidinsyah mengatakan, pada awal berdiri PAN sampai dengan lahir MoU Helsinki, 15 Agustus 2005, banyak anggota GAM yang menyalurkan aspirasi politiknya ke PAN, bahkan ada anggota GAM yang menjadi pengurus partai PAN. “Jadi wajar jika kemudian kader PAN mencalonkan diri melalui Partai Aceh, ketika pemerintah telah membuka ruang yang legal kepada GAM untuk membentuk partai politik dalam konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI),” kata Tarmidinsyah.
Sebaliknya, tambah dia, PAN juga tidak menutup pintu terhadap anggota GAM untuk menjadi caleg melalui partai PAN selama memenuhi ketentuan di ranah organisasi PAN.
Dikatakan, mempelajari latar belakang platform perjuangan PAN sebenarnya tidak jauh berbeda dengan perjuangan GAM yang sama-sama anti terhadap sistem negara sentralistik. “Kecuali dalam perspektif demokrasi sepertinya terdapat perbedaan mencolok. Atas dasar itu kemudian PAN menyusun rencana dan langkah-langkah kedaulatan rakyat yang bertujuan mengantarkan negara Republik Indonesia menjadi sebuah negara federal di mana salah satunya Provinsi Aceh akan menjadi salah satu negara bagian,” kata dia.
Karena dalam perspektif ideologi Partai PAN dan GAM nyaris memiliki kesamaan visi, kata Edo, maka akan ideal jika kemudian dengan sendirinya terbangun hubungan politik yang sinergis di antara kedua partai tersebut. “Meski tidak ada komitmen untuk posisi tawar politik antara pimpinan partai, saya yakin komunikasi dan koalisi politik transparantif secara alamiah akan terbangun dengan sendirinya, mengingat latar belakang visi politik yang bersentuhan,” kata dia.
Menurut Tarmidinsyah, “koalisi alamiah” seperti itu akan jauh lebih menguntungkan pemilih, ketimbang koalisi yang hanya berorientasi pada pengumpulan suara dan dukungan untuk kursi dan posisi. “Koalisi seperti ini justru merupakan suatu kebobrokan partai politik. Artinya partai politik telah terdegradasi fungsinya hanya sebatas alat untuk kekuasaan,” katanya.
Terlalu dini
Sayangnya, hingga tadi malam, Serambi belum memperoleh tanggapan dari pihak Partai Aceh terkait pernyataan Sekretaris PAN itu. Nomor HP Juru Bicara Partai Aceh, Adnan Beuransah yang dihubungi beberapa kali tadi malam, sedang tidak aktif.
Tapi sumber di kalangan petinggi Partai Aceh mengatakan, pada prinsipnya Partai Aceh membuka kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat Aceh, dari unsur manapun untuk menjadi caleg dari partai tersebut.
“Sesuai dengan namanya, Partai Aceh ini adalah milik seluruh masyarakat Aceh. Artinya bukan hanya mantan kombatan saja yang punya kesempatan berkiprah melalui partai ini, tapi juga semua masyarakat Aceh, termasuk dari kader parpol. Yang penting dia punya komitmen tegus untuk memelihara perdamaian dan mewujudkan kesejahteraan rakyat Aceh,” ujar salah satu pendiri Partai Aceh, Ibrahim bin Syamsuddin.
Namun, tambah dia, hal tersebut bukan berarti menunjukkan bahwa pihaknya akan bersedia berkoalisi dengan partai asal orang yang bergabung ke Partai Aceh. “Terlalu dini kalau berbicara koalisi dan afiliasi sekarang, karena ada hal-hal lain yang sangat krusial dan struktural yang harus dibenahi,” kata Ibrahim KBS.
Pun demikian, ia tidak menampik bahwa saat ini sudah ada beberapa parpol besar yang cukup intens mendekat dan mengajak Partai Aceh untuk berkoalisi guna menghadapi Pemilu 2009. “Seperti menjadi putri raja saja, banyak yang datang untuk melamar. Tapi untuk saat ini kami menganggap putri kami masih sangat dara, dan belum cukup umur untuk ke pelaminan. Sehingga semua lamaran itu terpaksa kita tolak dulu. Kalau nanti sudah cukup umur, baru kita akan membuka pinangan, dan menyeleksi yang betul-betul sepadan untuk disandingkan dengan si putri,” ujar Ibrahim sambil tertawa.(nal)
Source : Serambi Indonesia