Jakarta, Kompas – Anjuran agar para kader partai turun ke lapangan dan tidak mengumbar janji pada Pemilu 2009 menjadi strategi partai politik di DI Yogyakarta untuk menekan membengkaknya calon pemilih yang tidak akan memilih alias golput. Kalangan parpol khawatir membesarnya jumlah golput akan mengecilkan suara mereka.
Namun, di Kota Bandung, kalangan warga kota mengaku tak akan menggunakan hak pilihnya pada Pemilu 2009. Target 70 persen peserta pemilu 2009 yang ditetapkan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Bandung diperkirakan sulit dipenuhi.
Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Golongan Karya (Golkar) DIY Gandung Pardiman mengatakan, secara internal sudah dipetakan daerah mana saja yang mempunyai kemungkinan angka golput makin tinggi.
”Ada kekhawatiran golput yang membesar mengecilkan suara Golkar, misalnya simpatisan Golkar berubah menjadi golput karena kecewa,” ujar Gandung.
Secara terpisah, Ketua DPD Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) DIY Djuwarto mengatakan, partai telah menginstruksikan kepada semua calon anggota legislatif untuk berkomunikasi dengan rakyat.
Djuwarto menuding tingginya angka golput merupakan efek buruk kegagalan pemerintahan era Orde Baru karena lebih berpihak kepada pengusaha ketimbang kepada rakyat. Selain aktor politik harus memperbaiki diri, menurut Djuwarto, sistem politik harus dibenahi agar mampu menghasilkan pemimpin andal.
Menurut Adde Marup Wirasenjaya, pengamat politik dari Fisipol Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, parpol sebenarnya hingga kini belum menganggap penting persoalan golput. Parpol lebih peduli dengan polling politik. Golput adalah wujud kebingungan identifikasi politik oleh rakyat.
Sedangkan pakar politik dari Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Cornelis Lay, menilai golput disebabkan oleh banyak faktor, di antaranya kelelahan psikologi pemilih terhadap banyaknya agenda pemilu, mulai dari pemilihan kepala desa, anggota DPD, pilkada, DPR, hingga pilpres. Golput juga cermin kekecewaan publik atas kinerja parpol. Cornelis memperkirakan pemenang Pemilu 2009 adalah golput.
Target sulit dipenuhi
Pilihan untuk golput warga warga Kota Bandung, antara lain, disampaikan Kholil (43), warga Kampung Sukamantri, Cibeunying Kaler. Dia memastikan tak akan menggunakan hak pilihnya karena selama ini tidak ada perbaikan yang bisa dirasakan dari hasil beberapa pemilu terdahulu. ”Hidup rakyat tetap susah meskipun setiap kali memilih dalam pemilu, seolah-olah tidak ada hasilnya,” ujarnya.
Didin Saefudin (35), warga Kelurahan Citarum, Kecamatan Bandung Wetan, mengatakan hal serupa. Bahkan, ia justru memanfaatkan masa kampanye dengan menerima sejumlah uang dari beberapa caleg yang mendatangi kampungnya. ”Lumayan uang itu untuk membeli keperluan sehari-hari,” ujarnya.
Anggota KPU Kota Bandung, Andri P Kantaprawira, mengakui target 70 persen pemilih pada pemilu kali ini sulit dicapai. Hal itu, antara lain, disebabkan rendahnya kepercayaan warga terhadap caleg dan parpol.
Indikasi golput di Kota Bandung yang meningkat tampak dengan berkurangnya pemilih dari tahun ke tahun. Pada Pemilu 2004, jumlah golput di Kota Bandung 15 persen. Angka itu naik menjadi 26 persen pada pemilihan Gubernur Jawa Barat, April 2008. (REK/RWN)
Source : kompas.com