KUPANG–MI: Partai politik (parpol) baru peserta pemilu 2009 dinilai belum memiliki format kaderisasi secara baik. Dampaknya, dalam perekrutan caleg mereka terjebak praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
“Sehingga asas langsung, umum, dan bebas (luber) dari pemilu hanya sekadar menjadi asas formal dan tidak diwujudkan dalam pelaksanaanya,” tutur pakar hukum tata negara Universitas Nusa Cendana Kupang Kotan Y Stefanus di Kupang, Minggu (14/12).
Peluang munculnya KKN juga bakal terjadi pada penentuan anggota legislatif terpilih. Undang-Undang Pemilu Nomor 10 Tahun 2008 yang menjadi sandaran penentuan anggota legislatif terpilih, jika tidak tercapai bilangan pembagi atau 30% suara akan dimanfaatkan pengurus parpol untuk mengamankan kepentingannya. Menurut Kotan, praktek KKN membuat optimisme menjadikan pemilu 2009 menjadi berkualitas jauh dari harapan.
Selain itu, penerapan sistim pemilu dengan mencontreng tetap membingungkan pemilih. Pemilih akan berhadapan dengan pilihan terhadap 42 parpol yang bertarung di pemilu bersama ratusan caleg, serta memilih calon anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPD) dengan mencoblos pada kartu suara lainnya. Menurutnya, kesulitan muncul karena kurangnya sosialisasi ditambah selama ini parpol tidak berfungsinya melakukan pendidikan politik bagi rakyat. “Ini akan memengaruhi banyak pemilih tidak menggunakan hak pilihnya dalam pemiliu, dan muncul banyak suara tidak sah,” katanya.
Ia juga menilai Kemampuan apresiasi politik sebagian warga juga masih lemah yang disebabkan tingkat pendidikan yang terbatas, kemampuan ekonomi yang lemah, dan mobilitas yang terbatas. Kelemahan ini dimanfaatkan calon anggota legislatif membangun dukungan emosional atas pencalonannya.
Di tempat berbeda, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Kupang Daniel Bangu Ratu mengeluhkan belum tersedia dana sosialisasi pemilu. “Kita manfaatkan kesempatan sosialisasi pemilu jika ada undangan kepada KPU dari badan atau dinas,” katanya. (PO/OL-06)
Source : Media Indonesia