Jakarta, Kompas – Kecenderungan jumlah massa mengambang semakin tinggi. Tidak hanya dilihat dari penurunan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pemilu 1999-2009, tapi umumnya partai politik tidak dapat mempertahankan pemilihnya bila pemilu digelar saat ini.
Hal ini diungkapkan peneliti utama Lembaga Survei Indonesia, Saiful Mujani, Minggu (29/5), di Jakarta. Tingkat partisipasi pada Pemilu 1999-2009 menurun. Bila tren penurunan linear, dalam lima tahun saja tingkat partisipasi akan menjadi 60 persen. Penurunan 20 persen dalam satu dasawarsa, menurut Saiful, menunjukkan lemahnya hubungan antara parpol dan pemilih.
Hal ini diperkuat hasil penelitian LSI sepanjang 10-25 Mei 2011 kepada 1.220 responden dengan ambang kesalahan (margin of error) 2,9 persen dan tingkat kepercayaan 95 persen. Hanya Partai Golkar, PDI-P, dan Partai Persatuan Pembangunan yang relatif dapat mempertahankan pemilihnya. Lebih dari 70 persen pemilih ketiga partai ini, yakni 74,5 persen (PPP), 75,4 persen (PDI-P), dan 77,5 persen (Partai Golkar), tidak mengubah pilihan suaranya.
Pemilih yang masih akan tetap memberikan suara kepada Partai Demokrat hanya 54,5 persen. Loyalitas pemilih pada parpol menengah, seperti Gerindra, PAN, PKS, dan PKB, juga hanya 51-63 persen.
Merujuk survei, Partai Demokrat masih bisa memenangi pemilu, tetapi perolehan suara merosot menjadi hanya 18,9 persen. Kendati masih mendapat suara tertinggi dalam survei, pemilih Demokrat sangat labil. Sebaliknya, pemilih Partai Golkar dinilai paling stabil ketimbang pemilih PDI-P dan Demokrat. Namun, kata Saiful, Partai Golkar tidak mampu menarik pemilih baru, sedangkan PDI-P mampu menjaga pemilih lama dan menarik pemilih tambahan.
Guru Besar Psikologi Politik Universitas Indonesia Prof Hamdi Muluk melihat keterpilihan parpol dan kader parpol di Indonesia bukan disebabkan adanya kedekatan dengan masyarakat ataupun informasi menjelang pemilihan. Sangat sedikit pemilih mengidentifikasi diri dengan parpol. Dalam penelitian LSI, hanya 5 persen pemilih inti di setiap parpol. Karenanya, faktor popularitas dinilai menjadi sangat menentukan.
Peneliti politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lili Romli, menambahkan, parpol di Indonesia sangat tak sehat. Kaderisasi tak berjalan, perekrutan instan, dan parpol tak mampu merepresentasikan rakyat. Oligarki politik menguat, parpol dikendalikan dinasti elite. (INA)
Source : Kompas.com