Jakarta, Kompas – Partai politik selalu mempunyai dua wajah, yaitu idealis dan realis. Wajah idealis berada di akar rumput, ramah dan normatif, sedangkan wajah realis berada di pemerintahan legislatif dan eksekutif.
Tarik-menarik antara wajah realis yang selalu ingin mencari kesempatan dan wajah idealis yang ingin memunculkan ide partai akan menjadi paparan yang dilihat rakyat.
Hal ini disampaikan ilmuwan politik Ahmad Norma Permata dalam diskusi ”Partai Islam dan Partisipasi Demokrasi” di Maarif Institute di Jakarta, Rabu (17/12). Diskusi ini menghadirkan pembicara Shohibul Iman dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Direktur Eksekutif LSI Saiful Mujani.
”Sebetulnya di antara dua wajah ini, ada penengah, yaitu DPP partai. Namun, kenyataannya DPP lebih banyak diisi mereka yang duduk di legislatif dan eksekutif sehingga DPP pun didominasi wajah realis,” ujar Norma.
Shohibul mengatakan, partai memang bukanlah organisasi yang monolitik. Semakin besar partai, kepentingan yang berbeda juga semakin banyak. ”Semua organisasi pasti dinamis dan tidak monolitik. Di PKS juga tidak monolitik, ada beragam kepentingan yang dinamis,” ujarnya.
Namun, Shohibul mengakui, kematangan institusi memang memaksa perilaku parpol. Apalagi, jika partai itu ikut dalam pembuatan aturan mainnya, maka tidak ada ruang bagi yang terlibat untuk merasa tidak cocok dengan aturan institusi.
Saiful mengatakan, perilaku partai, termasuk PKS, untuk bersikap rasional akan menghadapi batas jenuh. Selalu ada batasan langkah terjauh yang bisa ditoleransi. ”Kalau tidak ada batasan, PKS juga akan sama dengan Partai Golkar atau partai nasionalis lainnya,” ujarnya. (MAM)
SOurce : kompas.com