Home > Education > Political Marketing > Partai Mau Menang Saja

Jakarta, Kompas – Kasus terpilihnya calon berstatus tersangka atau terdakwa dalam pemilu kepala daerah menunjukkan kedewasaan rakyat dalam memilih yang belum sepenuhnya bisa menghasilkan pemimpin yang memiliki integritas. Di sisi lain, sejumlah partai politik juga masih hanya berorientasi memenangi pilkada sehingga tetap meloloskan calon yang terjerat kasus hukum.

Dalam kondisi ini, revisi undang-undang yang tegas melarang orang berstatus tersangka atau terdakwa untuk dicalonkan dalam pilkada mutlak diperlukan. Demikian pendapat yang disampaikan Koordinator Divisi Politik pada Konsorsium Reformasi Hukum Nasional (KRHN) Veri Junaidi dan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (DPP PDI-P) Bidang Hukum, Hak Asasi Manusia, dan Perundang-undangan Trimedya Panjaitan, Sabtu (8/1) di Jakarta.

”Proses demokrasi harus diperbaiki. Harus ada UU yang mengatur, jika seseorang tersangkut perkara korupsi atau pidana lain yang ancaman hukumannya minimal lima tahun, misalnya, tak boleh dicalonkan. Ini diperlukan di tengah kondisi kedewasaan politik rakyat yang masih rendah,” kata Trimedya.

Seperti diberitakan, pemerintah tetap melantik calon Wali Kota Tomohon terpilih Jefferson Rumajar meski ia menyandang status terdakwa dan ditahan di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang, Jakarta (Kompas, 7-8). Selain Jefferson, setidaknya ada sembilan kepala daerah terpilih lain yang berstatus tersangka maupun terdakwa dan dilantik.

”Proses pilkada menjadi mubazir karena calon terpilih terpaksa dianulir karena menjalani proses hukum. Pilkada seolah tidak berarti karena kandidat yang dipilih oleh rakyat dan menghabiskan biaya besar tak menghasilkan pemimpin yang diharapkan,” kata Veri.

Kondisi seperti ini, katanya, seharusnya tidak perlu terjadi jika ada regulasi yang tegas melarang orang berstatus tersangka maupun terdakwa itu dicalonkan dalam pemilu. Di sisi lain, partai juga memiliki andil besar terhadap kondisi ini karena mereka masih menyodorkan calon bermasalah agar dipilih rakyat.

”Masalahnya ada di elite partai yang menyuguhkan calon bermasalah. Masyarakat menjadi tak punya pilihan. Mereka disuguhi kandidat yang bermasalah. Di sisi lain, pendidikan politik bagi rakyat juga belum berjalan baik. Dalam hal ini, masyarakat di daerah juga yang dirugikan karena mereka tidak memiliki pemimpin yang sesuai pilihan,” katanya.

Solusi revisi regulasi yang melarang orang berstatus tersangka atau terdakwa untuk dicalonkan dalam pilkada, kata Veri, tak melanggar hak asasi seseorang. Hal ini mengingat penetapan seseorang menjadi tersangka maupun terdakwa bukan terjadi secara serta-merta, melainkan karena ada bukti yang cukup.

”Ini butuh komitmen bersama, baik pemerintah dan DPR yang membuat UU maupun parpol yang menyodorkan calon, untuk memperbaiki kondisi ini. Pemberantasan korupsi pada tingkat kepala daerah harus dilakukan sejak awal perekrutan,” katanya.

Tak mencalonkan

Menurut Trimedya, PDI-P berkomitmen tak akan mencalonkan orang yang berstatus tersangka atau terdakwa, khususnya perkara korupsi, dalam pilkada. ”Kami menghormati proses hukum sehingga kalau seseorang berstatus tersangka atau terdakwa, dia diberi kesempatan untuk menjalani proses hukumnya dulu hingga tuntas,” katanya.

PDI-P, katanya, ingin ada pembelajaran di tingkat kader bahwa jika hendak menjadi pemimpin harus menjaga diri dengan tidak terjerat kasus korupsi atau pidana lainnya. Ini juga untuk menjaga nama baik dan komitmen partai. (why)

Source : Kompas.com

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik
Elemen Kejutan dari Pencalonan Anies
Survei: Banyak Masyarakat Belum Tahu Pemilu 2019 Serentak

Leave a Reply