JAKARTA–MI: Konflik pemilihan umum (pemilu) 2009 nanti diperkirakan lebih rawan daripada pemilu 2004 lalu. Itu disebabkan antara lain masa kampanye pemilu lebih panjang yakni sembilan bulan, masalah parlemen threshold 2,5%, dan masalah perolehan suara calon legislatif 30% dari BPP.
Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Abdul Hafiz Anshary mengatakan potensi konflik tinngi saat kampanye berbarengan. “Parpol kan banyak, bisa saja dalam satu daerah sama-sama kampanye. Pada saat pulang berbarengan massa parpol bisa saling bertemu di jalan sehingga ini bisa berpotensi konflik,” katanya di Kantor KPU Jl Imam Bonjol, Jakarta, Jumat (4/7).
Hafiz mengatakan jumlah peserta kampanye tertutup memang sudah diatur. Untuk tingkat kabupaten peserta kampanye maksimal 250 orang, untuk provinsi masikmal 500 orang dan untuk kampanye Dewan Pimpinan Pusat (DPP) maksimal 1.000 orang.
“Melihat jumlah yang relatif sedikit per sekali kampanye per parpol, ini memang tak begitu menghawatirkan. Tapi yang mengkhawatirkan itu apabila satu daerah ada sejumlah parpol yang sama-sama berkampanye. Sehingga saat pulang berkampanye, ini akan berpotensi menimbulkan konflik antarmassa parpol,” katanya.
Hafiz mengatakan persaingan parpol pada pemilu ini juga akan semakin ketat, karena pemberlakukan parlemen threshold (PT) 2,5%. “Parpol kemungkinan akan melakukan segala cara untuk meraih 2,5% agar bisa duduk di DPR. Berarti parpol harus memperoleh sekitar 4,35 juta suara untuk lolos PT. Kalau tidak terpenuhi, suara yang mereka dapat tidak akan dihitung untuk kursi DPR. Pertarungan antarparpol ini akan menimbulkan kerawanan konflik,” katanya.
Menurut Hafiz persaingan antarindividu caleg dalam satu parpol juga akan semakin ketat dan berpotensi menimbulkan konflik karena pemberlakukan perolehan suara sekurang-kurangnya 30% dari BPP. “Pertarungan antarcaleg nomor urut satu dengan urutan lainnya akan semakin ketat. Sebab, caleg nomor urut bisa dilampaui caleg nomor urut di bawahnya kalau tidak mendapat suara 30% dari BPP. Pertarungan antarcaleg ini akan menimbulkan kerawanan apalagi masa kampanye sangat panjang,” katanya.
Hal lain yang masih tetap dianggap rawann pada pemilu 2009 yaitu waktu pemungutan suara. “Saat pemungutan suara, rawan terjadi kecurangan. KPPS bisa diintimidasi atai digoda dengan imbalan agar melakukan kecurangan. Ini juga rawan konflik,” katanya.
Hafiz mengharapkan pengamanan TPS dapat dilakukan pihak kepolisian untuk mensukseskan pemilu. “Kami sudah mendapat informasi dari kepolisian polisi yang akan dikerahkan sekitar 375.000 orang, sementara TPS sekitar 523.000 unit. Jumlah kepolisian itu berarti tidak mencukupi satu orang per TPS. Nanti polisi akan dibantu petugas perlindungan masyarakat (Linmas),” katanya.
Untuk pengamanan pemilu, KPU dan Polri membuat nota kesepahaman (MoU). Poin penting dalam MoU itu menyangkut pengamanan pemilu. “Pemilu ini kita harapkan betul-betul jujur dan bersih. Kami meminta lokasi yang rawan-rawan agar pengamnannya dilakukan Polri secara maksimal,” kata Hafiz.
MoU ini pun, kata Hafiz, akan segera ditindaklanjuti sampai ke tingkat provinsi hingga kecamatan. “Di tingkat provinsi antara KPU provinsi dan polda, di tingkat kabupaten kota antara KPU kabupaten/kota dan polres,” katanya. (KN/OL-03)
Tulisan ini dikutip dari Media Indonesia Online