(BANDA ACEH) – Pemilu yang didominasi oleh teror dan intimidasi akan berpotensi melahirkan angka golput yang tinggi. Kalau ini terjadi, maka kekuasaan yang terpilih tidak legitimed, karena tidak mendapat dukungan mayoritas dari rakyat.
Demikian Sekjend Partai Rakyat Aceh (PRA), Thamren Ananda, ketika berbicara di depan dialog publik bertema “Strategi Dan langkah Mewujudkan Pemilu Damai Di Aceh”yang digelar Yayasan Insan Citra Madani (YICM) di Banda Aceh, Sabtu (12/7).
Selain Thamren Ananda, dalam dialog yang dimoderatori Manajer Program YICM, Irwan Adaby, ini juga menampilkan tiga pembicara lain yaitu Tgk. Nurkhalis (Partai Daulat Aceh), T. Amiruddin (Partai Aceh) dan Hayatisna, MPH (Partai Aliansi Rakyat Aceh). Sementara utusan dari Partai Bersatu Aceh tidak hadir.
Menurut dia, banyaknya suara yang rusak pada Pemilu 2004 lalu, bukan karena pemilih itu bodoh. Tapi, semua itu terjadi karena banyaknya teror dan intimidasi. Sebaliknya, pada Pilkada 2006 lalu, hal itu tidak terjadi. Mengapa? “Karena kedatangan pemilih ke TPS adalah atas kehendak sendiri untuk menentukan nasib bangsanya sendiri. Jadi, mari kita dengan cara yang santun untuk mewujudkan Aceh yang bermartabat dengan meninggalkan praktek orde baru,”paparnya.
Kata dia, diskusi yang digagas YICM memiliki makna penting, meski pengalaman sejarah Pilkada 2006 lalu bisa berjalan damai dan adil. Namun, Pemilu 2009 nanti merupakan pemilu pertama yang digelar dengan mengikutsertakan partai-partai lokal (parlok).
Menurut Thamren, ada beberapa yang harus menjadi cacatan penting yang harus dimiliki seluruh parlok yaitu kebebasan berbicara, kebebasan berorganisasi (bebas menentukan pilihan partainya), bebas golput tidak ada pemaksaan.
Untuk mewujudkan Pemilu Damai, kata dia, ketika masyarakat diberi pilihan maka pilihan itu harus terbuka. Selain itu, semua partai politik di Aceh harus mewujudkan ketiga unsur ini sebagai platform untuk mewujudkan Pemilu Damai di Aceh.
Terkait golput, Sekjen PRA ini secara tegas menyatakan tidak sependapat dengan pernyataan Megawati yang mengatakan golput tidak boleh tinggal di Indonesia karena tidak nasionalis. “Bagi saya pribadi, golput juga nasionalis ketika kita tidak memiliki pilihan lain,”ucapnya.
Namun yang terjadi sekarang ini, kata Thamren, justru seperti sebuah pepatah dalam bahasa Aceh “Taleet Kafee, Ta Tueng Perangoe”(kita benci orang kafir, tapi kita tiru sifatnya-Red). Di mana orang yang tidak mewujudkan demokrasi dikejar-kejar, tapi ternyata malah memakai cara tersebut untuk memenangkan Pemilu. “Jadi, kalau kita tidak suka, maka jangan kita memakai caracara seperti itu,”ungkapnya yang disambut aplaus peserta diksusi.
Selanjutnya, sebagai salah satu partai lokal yang menjadi peserta Pemilu 2009, Thamren menyebutkan Partai Rakyat Aceh (PRA) mendukung sepenuhnya upaya pihak kepolisian untuk menjaga perdamaian di Aceh.
Adapun indikator perdamaian itu bukan dilihat dari kecilnya intensitas kriminalitas yang terjadi, tetapi lebih dilihat kepada jumlah masyarakat miskin.
Sementara menurut Tgk. Nurkhalis MY dari Partai Daulat Aceh (PDA), kalau teror dan intiminidasi terjadi, maka yang patut dipertanyakan adalah pemimpinnya. “Allah sendiri di dalam AlQuran berfirman bahwa Dia menjadikan manusia berbangsa bukan untuk saling teror, tapi utntuk menjadi satu keluarga dan kebersamaan,”katanya.
Menurut dia, perkumpulan atau partai yang dibuat ini hukan untuk sesuatu yang sesat, jadi mengapa harus saling teror, yang pada akhirnya akan menimbulkan golput. “Jadi, saya berpendapat untuk menghindari semua itu hanya ada satu caranya, yaitu kembali berpegang pada Al-Qur’an dan hadits. Kenapa banyak terjadi teror dan sebagainya, itu karena kita tidak berpegang pada Islam,”tandasnya.
Sementara Direktur YICM, Roy Vahlevy M, mengatakan dialog publik yang mereka gelar ini bertujuan untuk mensosialisasikan pola pelaksanaan pemilu yang efektif, damai, jujur dan adil dalam rangka mewujudkan aspirasi dan kedaulatan rakyat.
“Adapun sasarannya adalah agar peserta memahami tentang pentingnya pelaksanaan pemilu damai, jujur dan adil bagi masyarakat, memahami pola pelaksanaan pemilu damai, jujur dan adil, serta memahami peran dan tanggungjawabnya dalam mewujudkan pelaksanaan pemilu damai, jujur dan adil,”demikian Roy Vahlevy. (b07)
Source : Harian Waspada