Garut, Kompas – Pengelolaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah di Kabupaten Garut yang tidak prorakyat mendorong Wakil Bupati Dicky Chandra mengundurkan diri. Hal lain yang melatarbelakanginya adalah ketidakjelasan wewenang antara Bupati dan Wakil Bupati serta minimnya terobosan Kabupaten Garut dalam menelurkan kebijakan populis bagi masyarakat.
”Tekad saya bulat untuk mengundurkan diri. Namun, bila pengunduran diri tidak disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Garut, saya mengharapkan perbaikan di tiga hal itu,” kata Wakil Bupati Dicky Chandra di Garut, Jawa Barat, Jumat (9/9).
Dicky Chandra terpilih menjadi Wakil Bupati Garut periode 2009-2014 dari jalur independen bersama Bupati Aceng Fikri yang kini menjadi anggota Partai Golkar. Dicky sudah mengajukan surat permohonan mundur kepada DPRD Garut dan berkonsultasi dengan Gubernur Jabar dan Menteri Dalam Negeri.
Dua tahun bersanding dengan Aceng, Dicky merasa terbebani karena tidak mampu berbuat banyak bagi kesejahteraan rakyat. Banyak kebijakan prorakyat berbasis APBD tidak bisa dikerjakan dengan baik, di antaranya proses pendataan dan pendanaan Jaminan Kesehatan Daerah yang terbengkalai. Akibatnya, Pemerintah Kabupaten Garut berutang sekitar Rp 24 miliar kepada Rumah Sakit Umum Daerah Dokter Slamet, Garut.
Komunikasi intensif dengan Bupati juga tidak bisa terjalin dengan baik. Meski beberapa kali sudah dimediasi Sekretaris Daerah Garut, ia tetap kesulitan untuk melakukan koordinasi dengan Bupati.
”Saya mengakui tidak cukup dewasa untuk bekerja sama dengan Bupati memimpin Garut. Jadi, sebelum semuanya bertambah buruk, saya memilih untuk mundur,” katanya.
Sekretaris Jenderal Garut Government Watch Agus Rustandi mengatakan, perbaikan kinerja harus dilakukan Dicky bila ia batal mengundurkan diri. Alasannya, beberapa kebijakan yang digulirkan belum menyejahterakan rakyat. Agus menyoroti pendapatan daerah bidang budaya dan pariwisata yang biasanya digarap Dicky dua tahun terakhir cenderung stagnan.
”Bila ingin mundur karena merasa tidak mampu mengemban amanat rakyat, tentu suatu tindakan yang bijaksana. Bila hal itu terjadi, Bupati harus langsung mengajukan dua nama calon pengganti berdasarkan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,” katanya. (CHE)
Source : Kompas.com