Jakarta, Kompas – Setelah reformasi sejak 13 tahun lalu, kini Indonesia tidak lagi berada di masa transisi. Karena itu, sudah saatnya kita memasuki periode penataan kehidupan berbangsa dan diharapkan tidak ada lagi pembongkaran karena pembongkaran tidak menghasilkan sesuatu yang permanen.
”Secara umum, kehidupan politik 2011 masih diwarnai intrik, fitnah, gosip, politicking, politik uang, politik transaksional, demokrasi prosedural, dan pragmatisme,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Golongan Karya Aburizal Bakrie dalam acara refleksi 2011, di Jakarta, Selasa (27/12).
Di sisi lain, seiring dengan memudarnya fatsun politik, etika politik pun luntur.
Papua bergejolak
Di tataran politik nasional, tahun 2011, antara lain, ditandai oleh bergejolaknya Papua dengan mengemukanya tuntutan merdeka.
”Bahkan juga yang mengatasnamakan Kongres Majelis Rakyat Papua yang menyita perhatian tidak saja dalam skala nasional, tetapi juga internasional. Hal ini menunjukkan adanya permasalahan serius yang dapat mengancam masa depan NKRI,” kata Aburizal Bakrie.
Becermin pada kasus-kasus Papua selama tahun 2011, pelaksanaan otonomi khusus Papua di ambang kegagalan.
Tahun 2012 permasalahan Papua masih menyisakan potensi untuk kembali mengemuka manakala pendekatan yang dilakukan tidak efektif. Pendekatan ini tidak saja gagal menyejahterakan rakyat Papua, tetapi juga menggiring ke arah internasionalisasi kasus Papua.
Sementara itu, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, mengatakan, Partai Golkar adalah partai tertua di samping PPP dan PDI-P, tetapi Partai Golkar merupakan yang terbesar karena mempunyai sumber daya manusia, materi, dan sarana kantor yang lebih baik. Partai Golkar pun mempunyai peluang lebih besar di luar konsolidasi dan perekrutan, misalnya pendidikan politik dan artikulasi kepentingan rakyat.
”Kejadian di Mesuji dan Bima tidak akan berkembang menjadi kekuatan anarki jika ada kekuatan partai politik besar sebagai katarsis politik sehingga kemarahan rakyat bisa tersalur. Tetapi, sejauh ini tidak ada peran partai politik, yang ada hanya NGO (organisasi nonpemerintah). Padahal, partai politik memiliki pengurus di level DPP hingga ranting di desa. Mestinya mereka bisa berperan menyalurkan suara rakyat,” ungkap Indria Samego.
Source : Kompas.com