akarta, Kompas – Kebutuhan adanya pemerintahan yang efektif menjadi salah satu isu populer dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. Salah satu upayanya adalah ide pembentukan koalisi permanen antarpartai politik pengusung calon presiden-wakil presiden sejak awal.
Hanya saja, masih diperdebatkan soal perlu atau tidaknya koalisi parpol diikatkan dalam perjanjian tertulis.
Dalam Rapat Kerja Panitia Khusus RUU Pemilu Presiden, Rabu (4/6) siang, Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) dan Fraksi Kebangkitan Bangsa (F-KB) secara lugas mengusulkan agar koalisi permanen antarparpol pendukung pasangan calon diikat secara resmi.
F-PKS mengusulkan, calon presiden-wakil presiden wajib membuat kontrak politik tertulis yang diumumkan kepada masyarakat melalui media massa. Kontrak politik itu antara calon presiden dan calon wakil presiden serta kontrak politik antara calon dan parpol pendukung pada seluruh putaran.
Menurut Al Muzzammil Yusuf, kontrak itu menjamin dukungan penuh parpol pendukung di parlemen. Jazuli Juwaini menambahkan, dengan kontrak politik itu, akan terhindar parpol yang merapat ke pemerintah hanya saat ada maunya atau sebaliknya.
F-KB mengusulkan agar kesepakatan gabungan parpol dalam mencalonkan pasangan calon dituangkan dalam kesepakatan koalisi permanen yang berakta notaris, bersifat mengikat, dan berkekuatan hukum tetap untuk masa satu periode jabatan.
Menteri Sekretaris Negara Hatta Rajasa selaku wakil pemerintah sependapat bahwa pemerintahan mesti efektif dengan dukungan parpol di parlemen. Namun, ia menambahkan, ikatan permanen justru bisa menggeser tatanan seolah-olah dimaknakan bahwa pemerintahan bisa jatuh jika koalisi pecah.
Fraksi lain pun tidak sepenuhnya sepaham dengan F-PKS dan F-KB. Lukman Hakim Saifuddin dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan menilai, kebutuhan terciptanya koalisi permanen lebih agar ada jaminan bahwa parpol pendukung tidak berbelok di tengah jalan. Lukman lebih sependapat bahwa yang terpenting bukan didaftarkan ke notaris atau tidak, tetapi kesepakatan parpol untuk mendukung pasangan calon tertentu itu mesti terbuka untuk publik.
Ketua Fraksi Partai Golkar Priyo Budi Santoso dan Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung yang ditemui secara terpisah di Jakarta, seusai diskusi tentang Undang- Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang pemilu legislatif, juga mengakui pentingnya koalisi permanen untuk membangun pemerintahan yang kuat dan efektif.
”Partai Golkar sudah sejak lama mengusulkan adanya koalisi permanen untuk membentuk pemerintahan yang kuat,” ujarnya.
Bagi Pramono, akan lebih baik jika koalisi itu dibuat sebelum kampanye dimulai. ”Jadi, ketika menentukan pilihan, masyarakat sudah tahu apa saja yang menjadi kesepakatan dalam koalisi,” katanya. (DIK/MAM)
Tulisan ini dikutip dari kompas.com, 5 Juni 2008