Home > Education > Political Marketing > Pindah demi Kekuasaan

Pindah demi Kekuasaan

Jakarta, Kompas – Kepindahan haluan politik kepala daerah, yakni gubernur, bupati, dan wali kota, ke partai politik yang berkuasa saat ini dilihat sebagai sesuatu yang perlu dipertanyakan, bahkan dicerca. Kepindahan itu bisa dilihat sebagai mencari perlindungan atau melanggengkan kekuasaan.

Peneliti senior di Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Syamsudin Haris, mengatakan, kepindahan itu menjadi cerminan mereka terjebak dalam pragmatisme pemilihan umum kepala daerah. ”Tetapi yang jelas orientasinya pada kekuasaan. Terlebih di parpol saat ini cenderung (menjadi ajang untuk) saling melindungi kepentingan masing-masing, bukan tempat memperjuangkan kepentingan publik atau kepentingan kolektif,” ujar Syamsudin di Jakarta, Sabtu (28/5).

Selain itu, menurut Syamsudin, kepala daerah yang berpindah haluan politiknya ke parpol berkuasa juga merasa terlindungi jika tersangkut masalah seperti korupsi. ”Izin pemeriksaan kepala daerah, kan, diterbitkan presiden sehingga bisa saja kepala daerah dari Partai Demokrat merasa bisa mendapatkan perlindungan apabila tersangkut masalah hukum,” katanya.

Menurut Syamsudin perpindahan itu juga tidak berkaitan apa pun dengan soal ideologis. ”Justru pragmatisme yang mendominasi partai politik, dan itu akan terus-menerus kita saksikan ke depan jika publik tak bisa menghukum mereka,” ujarnya.

Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Megawati Soekarnoputri melihat perpindahan dari partai pendukung satu ke partai pendukung lain ini sulit untuk dikatakan demi kesejahteraan rakyat. Ia menegaskan hal itu hanya untuk mencari keuntungan pribadi dengan menggunakan partai sebagai kendaraan politik.

”Kalau partainya kalah, ya sudah, lalu mencoba lagi ke tempat lain. Dicoba terus. Jadi, saya pribadi kurang setuju. Itu artinya mencari kepentingan untuk dirinya sendiri,” katanya seusai Rapat Koordinasi Tiga Pilar dan Rapat Koordinasi Bidang Politik serta Hubungan Antarlembaga PDI-P di Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Kamis lalu.

Dalam kepengurusan PDI-P, tutur Megawati, partai sebenarnya ingin menerapkan sanksi kepada kader yang dengan mudahnya berpindah, tetapi terdapat persoalan.

Ketentuan yang menjadi acuan adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. Dalam undang-undang itu tidak disebutkan soal tidak diizinkannya kader untuk berpindah ke partai lain. Peraturan tersebut berlaku untuk partai politik secara umum di Indonesia.

Banyak dari kader PDI-P

Fungsionaris PDI-P Ganjar Pranowo mengakui, dibandingkan partai politik lain, memang lebih banyak kader PDI-P yang menjadi kepala daerah yang berpindah ke partai lain. Hal itu terjadi karena memang banyak kader PDI-P yang menjadi kepala daerah.

Ganjar yang ditemui di sela-sela Rapat Koordinasi Nasional Partai Damai Sejahtera (PDS) di Bali, Sabtu, menjelaskan, memang hampir tak ada yang bisa dilakukan partai untuk bisa menahan kadernya untuk pindah ke partai lain. Bisa saja dibuat aturan yang melarang kader pindah partai, tetapi hal itu bisa tidak efektif karena menyangkut hak asasi seseorang.

Yang paling mungkin dilakukan, kata Ganjar yang juga menjadi Ketua Komisi II DPR, adalah partai melakukan perawatan terhadap kadernya secara ideologis dan terus menyapa mereka. Namun, jika kader ingin berpaling ke partai lain, karena ingin meraih kembali kekuasaan, yang tak bisa lagi diberikan PDI-P, memang tak bisa ditahan.

Menurut Ganjar, memang ada kader yang ingin pindah ke partai lain karena ingin mencari perlindungan. Selain itu, ada pemahaman bahwa yang bisa memberikan perlindungan adalah partai yang sedang berkuasa.

Secara terpisah, Ketua Umum PDS Denny Tewu yakin, kadernya yang kini menjadi anggota DPRD atau kepala daerah tak akan berpindah ke partai lain karena alasan pragmatis. PDS terus melakukan pembinaan kader, untuk mengikat mereka, dan memastikan pragmatisme bukanlah jalan perjuangan kader PDS.

Salah satu contoh pergantian pendukung untuk meraih kursi kekuasaan di daerah adalah yang terjadi pada Gubernur Sulawesi Utara SH Sarundajang.

Ditanya soal itu, Sarundajang mengatakan, pencalonan dirinya sebagai gubernur sewaktu pemilihan kepala daerah Provinsi Sulut dari Partai Demokrat, Agustus 2010, merupakan pilihan politik dirinya. Ia menyebut pilihan politik merupakan hal asasi setiap warga negara. ”Jika waktu itu saya bersedia dan meminta Partai Demokrat mengusung dalam pemilihan kepala daerah, itu pilihan politik saya,” kata Sarundajang di Manado, kemarin.

Sarundajang bersama Wakil Gubernur Jouhari Kansil memenangi Pemilihan Kepala Daerah Provinsi Sulut 2010 dengan perolehan 32 persen suara dari 1,7 juta pemilih. Sewaktu pemilihan kepala daerah tahun 2005, Sarundajang memenangi pemilihan kepala daerah bersama Wakil Gubernur Freddy Sualang dari PDI-P.

Akan tetapi, kemesraan politik Sarundajang dengan Partai Demokrat tak berlangsung lama ketika ia kalah dalam pemilihan Ketua DPD Partai Demokrat Sulut, April lalu. Dalam Musyawarah Daerah Partai Demokrat Sulut, DPP Partai Demokrat bersama 10 DPC kabupaten/kota ternyata menyalurkan aspirasinya kepada GSV Lumentut, Wali Kota Manado, dan memilihnya menjadi ketua.

Contoh lain adalah Sukawi Sutarip yang menjadi Wali Kota Semarang, Jawa Tengah, dua periode (2000-2005) dan (2005- 2010). Untuk menjadi wali kota periode pertama, sebagai kader PDI-P, Sukawi diusung oleh partainya sendiri. Untuk periode kedua, ia menggandeng koalisi Partai Amanat Nasional, Partai Persatuan Pembangunan, dan Partai Kebangkitan Bangsa Kota Semarang. Dalam periode kedua ini, Sukawi kemudian menjadi Ketua DPD Partai Demokrat Jawa Tengah.

Pada pemilihan Gubernur Jateng 2008, Sukawi melalui Partai Demokrat bersama Partai Keadilan Sejahtera mencalonkan diri sebagai Gubernur Jateng, tetapi gagal.

Menurut Sekretaris Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah Eko Haryanto, dengan berlindung di Partai Demokrat, Sukawi lolos dari jeratan proses hukum atas dugaan korupsi anggaran pendapatan dan belanja daerah.

(TRA/WHO/ZAL/BIL/BAY)

Source : Kompas.com

 

You may also like
Pemilu Turki, Pengamat: Partai atau Caleg yang Bagi-bagi Sembako dan Politik Uang Tak Dipilih Rakyat
Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Sederet Opsi Penentu Kemenangan Pilpres
Jajak Pendapat Litbang “Kompas” : Pemilih Muda Lebih Kritis Memandang Kinerja Parlemen
Muhaimin Iskandar dan Jejak Lihai Sang Penantang Politik

Leave a Reply