Jakarta, Kompas – Pemilihan sistem pemilu bukanlah penyebab maraknya kecurangan yang terjadi dalam pemilu-pemilu selama ini. Kecurangan, seperti praktik politik uang, terjadi lantaran pola perekrutan calon anggota legislatif yang dilakukan partai politik bermasalah.
Pengajar di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, AA Gn Ari Dwipayana, mengatakan, semua sistem politik sama-sama memiliki kekurangan dan kelebihan. Begitu pula sistem proporsional dengan daftar terbuka ataupun sistem proporsional tertutup yang tengah diperdebatkan oleh fraksi-fraksi di DPR.
Menurut Ari, sistem proporsional terbuka yang selama ini diterapkan memang melahirkan liberalisasi politik. Partai politik (parpol) hanya dijadikan alat atau kendaraan bagi orang yang memiliki basis ekonomi atau basis massa yang kuat untuk mengikuti pemilu. Selain itu, praktik politik uang juga marak terjadi karena semua calon anggota legislatif (caleg) harus mendapatkan suara terbanyak jika ingin lolos masuk parlemen.
Sementara dalam sistem proporsional tertutup, peranan parpol menjadi lebih besar karena parpol yang menentukan nomor urut caleg. Dengan sistem ini pun, peluang praktik politik uang tetap ada. Bisa saja penentuan nomor urut didasarkan pada kedekatan dengan pimpinan parpol atau setoran dana ke parpol.
Karena itu, Ari menyimpulkan, permasalahan sebenarnya terletak pada pola perekrutan caleg oleh parpol. Selama ini, perekrutan caleg oleh parpol berlangsung tertutup. Dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilu DPR, DPD, dan DPRD hanya disebutkan, seleksi bakal caleg dilakukan secara demokratis dan terbuka sesuai dengan mekanisme internal partai politik (Pasal 51 Ayat (2)). Klausul itu tidak diubah dalam RUU Perubahan atas UU Pemilu yang tengah dibahas DPR.
Seharusnya, undang-undang mengatur secara jelas apa yang dimaksud dengan seleksi caleg secara demokratis. ”Proses seleksi juga harus dilakukan secara terbuka,” katanya.
Tidak jelas
Ketua Panitia Khusus (Pansus) RUU Perubahan atas UU Pemilu Arif Wibowo sependapat, masalah pemilu sebenarnya terletak pada pola perekrutan caleg yang tidak jelas. Oleh karena itu, mekanisme dan kriteria perekrutan caleg oleh parpol akan dimasukkan ke RUU Pemilu yang baru.
Secara terpisah, Wakil Ketua Pansus RUU Pemilu Gede Pasek Suwardika mengatakan, gagasan lain yang muncul adalah parpol wajib mengumumkan bakal caleg 1-1,5 tahun sebelum pemilu. Selain bertujuan untuk menyosialisasikan bakal caleg, pengumuman itu penting sebagai upaya uji publik.
”Ide itu baik, tetapi harus disimulasikan secara maksimal agar tidak ada permasalahan teknis di kemudian hari,” ujarnya.
Dari sembilan fraksi di DPR, hanya Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan yang secara terbuka mengusulkan sistem proporsional tertutup, sedangkan mayoritas fraksi lain mengusulkan sistem proporsional terbuka dalam pemilu. (nta)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.