JAKARTA–MI: Banyaknya partai politik merupakan indikator serius ketidakmampuan elit politik untuk berunding satu sama lain. Elit politik yang kecewa dengan partai awalnya, malah membuat partai baru, bukannya melakukan tawar menawar politik.
“Karenanya jumlah partai politik saat ini tidak hubungan dengan aspirasi masyarakat. Buktinya berbagai survei menunjukkan tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada semakin rendah. Masyarakat semakin apatis dengan banyaknya partai politik,” kata Direktur Eksekutif Strategic Political Intelligence (SPIN) Hamid Basyaib dalam diskusi bertajuk ‘Untung Rugi Pemilu dengan Parpol Banyak’ di Gedung DPD Senayan Jakarta, Jumat (11/7).
Dia menilai, faktor pemicu utama munculnya partai baru adalah masalah uang. UU telah mewajibkan pemerintah untuk memberikan bantuan dana kepada partai.
“Lebih parah lagi sebenarnya partai seberapapun perolehan suaranya, bahkan yang tidak mencapai 1% pun, bisa menjual perolehan suaranya pada pemilu legislatif untuk pemilihan kepala daerah. Ini karena syarat pencalonan kepala daerah yang berat yaitu 15% suara,” ungkap Hamid.
Dia menambahkan, banyaknya partai baru juga lebih disebabkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang telah melakukan banyak kekurangan dalam melaksanakan seleksi administrasi dan verifikasi faktual terhadap partai-partai baru.
Sedangkan mantan anggota KPU Valina Singka menyatakan, partai peserta pemilu 2009 yang lebih banyak dari peserta pemilu 2004 disebabkan adanya kesalahan sistemik dalam perkembangan politik di Indonesia. “Faktor kepentingan politik yang dominan itulah penyebabnya. Padahal kalau ingin menerapkan sistem pemilu yang baik dalam jangka panjang, seharusnya pembuat UU itu konsisten. Pasal 315 dan 316 itulah sumber ketidakkonsistenan itu,” jelas Valina.
Dia menjelaskan, proses verifikasi yang dilakukan oleh KPU tidak bisa dijadikan kambing hitam munculnya banyak partai peserta pemilu pada 2009 nanti. Karena, proses verifikasi itu membutuhkan tenaga dan waktu yang banyak.
“Harus diakui seharusnya KPU sekarang mengambil banyak pelajaran dari KPU lalu sehingga ada perubahan ke arah yang lebih baik. Tapi, di media massa malah banyak muncul ada perlakuan yang tidak setara ketika verifikasi faktual dilakukan. Mestinya itu tidak boleh terjadi. KPU itu harus independen dan mandiri, termasuk dalam memperlakukan partai-partai dengan setara,” ungkap Valina.
Anggota DPD Ichsan Loulembah menyatakan, membludaknya jumlah partai politik peserta pemilu justru akan makin merepotkan penyelenggara dan pemilih. “Itu semakin membuat demokrasi kita tidak efisien. Peserta pemilu itu seharusnya makin dibatasi dan diketatkan syaratnya. Sekarang ini seharusnya hanya 3-10 partai saja bukan 34. Atau kalau 2004 itu ada 24 partai sekarang seharusnya 12 partai,” ujar Ichsan.
Sementara, Direktur Eksekutif Centre for Electoral?Reform (Cetro) Hadar Gumay menyatakan, banyaknya jumlah parpol peserta pemilu 2009 karena KPU melakukan verifikasi tidak sesuai dengan aturan yang berlaku. (Far/OL-2)
Source : Media Indonesia