BANDA ACEH – Sikap Partai Aceh yang memutuskan tidak mendaftarkan pasangan calon dalam pilkada di Aceh, menimbulkan kekhawatiran sejumlah kalangan di Jakarta. Pemerintah berharap semangat perjanjian Helsinki (nota perdamaian GAM-RI) tak memudar akibat keputusan PA memboikot Pilkada Aceh tahun ini.
“Ini perlu diingatkan bahwa perjanjian itu adalah suatu landasan meredamnya konflik di Aceh selama ini. Jadi harus dijaga sebaik-baiknya oleh kita bersama,” ujar Mayor Jenderal TNI Amirudin Usman, selaku keynote speaker mewakili Menko Polhukam RI Djoko Suyanto, dalam Panel Diskusi yang diadakan Pimpinan Pusat Taman Iskandar Muda (PP TIM), di Komplek Perum DPR RI, Minggu (16/10).
Tidak hanya itu, Amirudin yang merupakan Ketua Desk Aceh di Kemenkopolhukam berharap agar aksi boikot PA tidak berakibat menyeret suasana demokrasi di Aceh kembali ke era kekerasan.
“Saya juga perlu menyampaikan pesan dari beliau (Djoko Suyanto). Beliau, berharap agar Keputusan Partai Aceh (PA) dengan tidak mencalonkan kadernya untuk mengikuti pilkada, tidak membawa perkembangan politik dan demokrasi ke arah kekerasan,” ujarnya.
Kekhawatiran serupa juga diungkap Mantan Menteri BUMN Sofyan A Djalil. Ia menilai, Partai Aceh sebagai elemen partai lokal yang tidak dapat berpartisipasi dalam Pilkada Aceh tahun 2011, dimungkinkan akan membuat suasana masyarakat di Aceh mulai tidak kondusif seperti sebelumnya.
“Boikotnya Partai Aceh untuk tidak mengikuti Pilkada dalam tahun ini (2011), dimungkinkan membuat suasana daerah Aceh kembali tidak kondusif. Kendati demikian kami sangat berharap, boikotnya Partai Aceh tidak serta merta terus dibawa ke arah yang negatif untuk kondisi masyarakat pascaperdamaian,” ujar Sofyan dalam diskusi ‘Menggantung Asa, Ciptakan Aceh Damai untuk Kemaslahatan dan Kesejahteraan Masyarakat’,” itu.
Seperti diketahui, dengan UUPA, pilkada di Aceh menjadi isu terhangat di penhujung kepemimpinan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar (Gubernur-Wakil Gubernur Aceh priode 2007-2012). Dalam kurun waktu 6 tahun perjanjian damai Aceh yang saat ini dinahkodai manyoritas anggota parlemen (wakil rakyat) dari Partai Aceh.
Namun saat ini, ada pihak yang menghormati dan ada sebagian pihak yang melawan. Bahkan hingga ada pihak di luar Aceh yang menghapus isi UUPA tanpa berkonsultasi dengan parlemen Aceh (DPRA). Hal ini merupakan salah satu sebab sehingga memicu temperatur pilkada meningkat sampai panas dingin saat ini di Provinsi Aceh.(tribunnews.com)
Source : Serambi Indonesia