Home > Education > Political Marketing > Qanun Nomor 7 Bisa Jadi Rujukan Pilkada Aceh

Qanun Nomor 7 Bisa Jadi Rujukan Pilkada Aceh

BANDA ACEH – Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh tampaknya tetap berkomitmen menyelenggarakan pilkada tahun ini kendati DPRA tidak mensahkan rancangan qanun pilkada terbaru yang kini tinggal menunggu pembahasan. Sedangkan Ketua Pansus III DPRA, Drs Adnan Beuransyah mengatakan, pansus memutuskan pembahasan lanjutan Raqan Pilkada akan dilaksanakan setelah RAPBA disahkan pada pekan depan.

Ketua Divisi Hukum dan Pengawasan KIP Aceh, Zainal Abdin SH MHum kepada Serambi, Selasa (29/3) mengatakan, pemilihan kepala daerah di Aceh yang serentak dilaksanakan di 17 kabupaten/kota plus gubernur dinilai sudah sangat mendesak jika dikaitkan dengan masa berakhir jabatan gubernur dan beberapa bupati. Namun, sejauh ini DPRA memberi sinyal qanun pilkada terbaru sebagai payung hukum pelaksana pilkada di Aceh belum dapat disahkan pada akhir April ini karena beberapa persoalan, bahkan terancam molor dari jadwal semula pencoblosan yang direncanakan Oktober 2011.

Terkait kemungkinan ini, KIP Aceh menyatakan sudah mempersiapkan beberapa alternatif agar pilkada tetap berjalan sesuai dengan amanat UUPA. Salah satu kemungkinannya KIP akan mengadopsi qanun pilkada yang lama (Qanun Nomor 7/2006) sebagai payung hukum dan pedoman pelaksanaan pilkada di Aceh.

“Kami melihat Qanun Nomor 7/2006 belum pernah dicabut dan mengikat penyelengara pilkada sebagai hukum positif dapat dijadikan pedoman (pelaksana pilkada),” kata Zainal Abidin.

Berdasarkan qanun
Menurut Zainal, pada Pasal 66 ayat (1), Pasal 73 dan Pasal 261 UU 11/2006 tentang Pemerintahan Aceh menegaskan, pemilihan kepala daerah di Aceh berpedoman pada qanun.

Apabila qanun pilkada lama yang menjadi rujukan, maka akan ada beberapa mekanisme yang harus dilalui dan ini diatur dalam Pasal 2 A ayat (1) huruf c dan ayat (4) Peraturan Gubernur Nomor 46/2006 tentang penyatuan dalam satu naskah materi qanun Provinsi Aceh Nomor 2/2004, Qanun Nomor 3/2005 dan Qanun Nomor 7/2006.

Zainal menjelaskan, berdasarkan rujukan peraturan tersebut ditentukan persiapan pilkada diawali dengan pemberitahuan DPRA kepada KIP mengenai berakhirnya masa jabatan gubernur. “Pemberitahuan dimaksud dilakukan secara tertulis lima bulan sebelum berakhirnya masa jabatan gubernur/bupati/walikota,” tegasnya.

Selanjutnya, kata Zainal, pada pasal 2b ayat (2) dijelaskan, KIP setelah menerima pemberitahuan DPRA/DPRK, maka langkah selanjutnya adalah menyusun tatacara dan jadwal tahapan pilkada. Ayat (3) pada Pasal 2b selanjutnya menyebutkan, penetapan tatacara dan jadwal tahapan dilaksanakan oleh KIP selambat-lambatnya 20 hari setelah pemberitahuan DPRA/DPRK.

Menurut Zainal, jika merujuk pada masa akhir jabatan gubernur pada 8 Februari 2011, maka tahapan awal pilkada di Aceh berdasarkan Qanun Nomor 7/2006 akan dimulai September 2011. Sedangkan pencoblosan diperkirakan akan melewati Februari 2012. Kondisi ini berimplikasi 17 bupati/walikota plus gubernur akan diisi oleh Pj kepala daerah.

“Jika merujuk pada Permendagri, persiapan pilkada maksimal membutuhkan waktu 8 bulan. Maka dapat dipahami jika berangkat dari aturan yang ada (qanun lama), maka tahapan pilkada di Aceh sudah dapat diprediksi kapan akan dilaksanakan jika dikaitkan dengan masa berakhir jabatan kepala daerah,” katanya.

Zainal menyebutkan, KIP sebagai lembaga independen dan bersifat hirarki, akan mengkoordinasikan semua kemungkinan yang bakal terjadi tersebut kepada KPU pusat. “Setiap keputusan yang kita ambil akan kita koordinasikan dengan KPU Pusat yang secara langsung melakukan supervisi terhadap KPU di daerah,” ungkapnya.

Setelah APBA
Ketua Pansus III DPRA, Drs Adnan Beuransyah mengatakan, dalam jadwal awal yang disusun Pansus III, pembahasan draf Raqan Pilkada ini akan dituntaskan pada akhir bulan ini. Tapi berhubung dalam perjalanannya, DPRA juga harus secepatnya menyelesaikan pengesahan RAPBA 2011, maka anggota Pansus III yang juga merangkap anggota Badan Anggaran DPRA, tak bisa bekerja di dua tempat sekaligus, sehingga pansus memutuskan pembahasan lanjutan Raqan Pilkada akan dilaksanakan setelah RAPBA disahkan pada pekan depan.

Jadwal agenda pembahasan Raqan Pilkada ke depan, sebut Adnan, pertama adalah pertemuan dengan Pemerintah Aceh, kemudian pertemuan dengan ulama Aceh. Tujuan bertemu ulama, untuk meminta pendapat dan saran mengenai kriteria dan persyaratan calon gubernur dan wakil gubernur Aceh. Selain persyaratan yang sudah ada di dalam raqan, persyaratan apa lagi yang perlu ditambah agar terlihat mencerminkan kekhususan Aceh.

Setelah agenda itu selesai dilaksanakan, maka akan dilanjutkan pertemuan dengan pemerintah pusat. Antara lain dengan Menkopolhukam, Kementerian Hukum dan HAM, MK, dan Kemendagri, KPU, serta dengan para pakar dan ahli hukum tata negara di Jakarta. “Setelah agenda itu dilaksanakan dan RAPBA 2011 telah disahkan pada minggu pertama bulan depan, memasuki minggu kedua, draf Raqan Pilkada yang telah dibahas dan disempurnakan Pansus III diserahkan kembali kepada Pimpinan DPRA untuk dijadwalkan sidang paripurnanya untuk pengesahan raqan tersebut,” ujar Adnan.

Tetap komit
Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf menegaskan, Pemerintah Aceh masih tetap komit dan konsisten dengan jadwal tahapan pemilihan 18 kepala daerah (pilkada) yang telah disusun KIP Aceh, di mana tahapan awalnya dimulai bulan depan dan pemungutan suaranya pada 10-10-2011.

“Terkait dengan penetapan jadwal tahapan pilkada itu, Pansus III DPRA yang ditugasi Pimpinan DPRA untuk menyelesaikan pembahasan draf Raqan Pilkada secepatnya, juga setuju akan menyelesaikan raqan itu setelah pengesahan RAPBA 2011. Ini artinya, tidak ada alasan lagi bagi legislatif untuk memolorkan jadwal pilkada tersebut,” tegas Irwandi Yusuf menjawab Serambi, Selasa (29/3), seusai memimpin Rapat Evaluasi Pelaksanaan Lelang Paket Proyek RAPBA 2011 SKPA di Kantor P2K APBA, kompleks Kantor Gubernur Aceh.

Menurut Ketua KIP Aceh, Drs Abdul Salam Poroh, dalam pertemuannya dengan Irwandi, tahapan pilkada akan dimulai April 2011. Sementara itu, minggu pertama bulan depan, RAPBA 2011 akan diparipurnakan untuk disahkan. Setelah RAPBA 2011 disahkan, memasuki minggu kedua atau ketiga April, DPRA bisa kembali membuka sidang paripurna untuk pengesahan Raqan Pilkada.

Sudah final
Mengenai pasal bagi calon perseorangan (independen) yang menurut dewan masih alot atau diwarnai pro-kontra, menurut Gubernur Irwandi, putusan Mahkamah Konstitusi (MK) itu sudah final dan mengikat semua warga negara, tak terkecuali DPRA. Oleh karena putusan itu sudah menjadi putusan yang mengikat, maka pasal itu wajib dan harus dimasukkan dalam Raqan Pilkada, tidak boleh ditiadakan.

Jadi, kata Irwandi, tidak semestinya lagi sesama orang Aceh berdebat dengan apa yang telah menjadi putusan MK tersebut. Sebab, tujuan MK menyetujui judicial review Pasal 256 UUPA itu adalah untuk memberikan hak demokrasi kepada setiap warga negara dalam menyalurkan aspirasinya di luar partai politik yang telah ada.  

Seandainya Pansus III dan DPRA menganulir pasal pencalonan menjadi kepala daerah/wakil kepala daerah itu melalui jalur perseorangan, maka Pemerintah Aceh tidak akan sependapat.

Sementara itu, Ketua KNPI Aceh, Ihsanuddin MZ mengatakan penundaan pelaksanaan Pilkada di Aceh akan berimplikasi negatif dari sisi sosial masyarakat Aceh. “Tarik-menarik kepentingan politik menjadi sangat berlarut-larut, sementara agenda-agenda tentang pembangunan serta kesejahteraan rakyat menjadi terbengkalai,” tegasnya.(sar/her/nal)

Source : Serambi Indonesia

Posted with WordPress for BlackBerry.

You may also like
Survei: Banyak Masyarakat Belum Tahu Pemilu 2019 Serentak
Tak Ada Ideologi Politik di Jabar
PKS di Pilgub Jabar tanpa Konsultan Politik Eep Saefullah Fatah
Polmark Ungkap Faktor Signifikan Kemenangan Anies-Sandi

Leave a Reply