Jakarta, Kompas – Pemilihan kepala daerah serentak di Aceh dibayangi kebuntuan. Kendati Pilkada Provinsi Aceh dan 17 kabupaten di Aceh dijadwalkan 14 November 2011, qanun atau peraturan daerah yang mendasarinya tidak berhasil disepakati Gubernur Aceh dan DPR Aceh.
”Kementerian Dalam Negeri akan memfasilitasi pertemuan semua pihak, mulai Gubernur Aceh, DPR Aceh, Komisi Independen Pemilu, KPU, dan Bawaslu supaya semua bisa duduk bersama dan mencari penyelesaian terbaik,” kata Direktur Jenderal Otonomi Daerah Djohermansyah Djohan di Jakarta, Jumat (8/7).
Sehari sebelumnya, tujuh anggota DPR Aceh menyampaikan qanun tentang penyelenggaraan pilkada di Aceh kepada Menteri Dalam Negeri. Karena Mendagri menghadiri rapat kabinet, rombongan yang antara lain terdiri atas Adnan Beuransyah, Yahya Abdullah, Muslim Usman—ketiganya dari Partai Aceh—diterima Djohermansyah.
Dalam pertemuan di Kemendagri itu disampaikan pembahasan qanun pilkada mengenai dua masalah yang tidak disepakati, yakni terkait calon perseorangan dan penyelesaian sengketa calon pilkada. Dalam voting, mayoritas menyetujui calon perseorangan tidak masuk qanun, sedangkan sisanya abstain. Adapun dalam voting terkait penyelesaian sengketa pilkada, mayoritas memilih Mahkamah Agung dan sisanya abstain. Setelah disetujui dalam rapat paripurna, qanun dibawa kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf. Namun, Gubernur menolak menandatangani dengan alasan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menegaskan, Kemendagri tidak dapat mengevaluasi qanun yang tidak disahkan Gubernur Aceh. Selain itu, tambah Djohermansyah, ketika terjadi kebuntuan seperti itu, qanun baru bisa diajukan kembali dalam masa sidang berikut.
Karena tidak bisa mengevaluasi qanun, lanjut Djohermansyah, pihaknya menampung aspirasi DPR Aceh yang meminta supaya Gubernur diberi pemahaman.
Rakyat diabaikan
Sementara itu dari Banda Aceh kemarin diberitakan, pertentangan elite politik di Aceh menjelang pilkada dalam beberapa waktu terakhir telah mereduksi agenda kerakyatan. Persoalan kemiskinan, kerusakan lingkungan, rekonsiliasi pascakonflik, pemberantasan korupsi, dan pengangguran tertepikan oleh isu-isu kekuasaan.
”Semua pihak sekarang disibukkan dengan agenda konflik pilkada. Banyak isu rakyat yang ditinggalkan begitu saja oleh elite yang sekarang sibuk memperjuangkan kekuasaan,” ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan Aceh Hendra Fadli dalam acara diskusi menyikapi stagnasi politik dan regulasi menjelang Pilkada Aceh di Banda Aceh, Kamis (7/7).
Dominasi isu kekuasaan bahkan mengakibatkan realisasi APBD Aceh 2011 terhambat. Padahal, ekonomi Aceh sebagian besar digerakkan dengan dana pemerintah.
”Isu-isu penting semacam perlunya Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi atau persoalan korban konflik tak lagi disentuh,” kata dia. (HAN/INA)
Source : Kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.