Demokrasi merupakan pembicaraan tentang kekuasaan, atau lebih tepatnya pengelolaan kekuasaan secara beradab. Ia adalah sistem managemen kekuasaan yang dilandasi oleh nilai-nilai dan etika serta peradaban yang menghargai martabat manusia. Demikian apa yang dikatakan oleh J. Kristiadi. (2008)
Maka, demokrasi itu haruslah dipandang sebagai seni membangun komunikasi, cara marangkul, dan seni membangun kebersamaan untuk menuju satu pemerintahan yang adil dan meratah. Kalau demokrasi dipandang sebagai dominasi orang yang berkuasa maka, demokrasi seperti ini cenderung berujung pada kudeta. Lihat saja apa yang terjadi di Libya atau di negara kita indonesia pada masa pemerintahan orde baru.
Runtuhnya rezim otoriter orde baru telah membawa harapan baru bagi tumbuhnya demokrasi di indonesia. Bergulirnya reformasi yang mengiringi keruntuhan rezim tersebut menandakan tahap awal bagi transisi demokrasi indonesia.
Singkatnya, untuk terus membangun demokrasi di indoesia maka, lahirnya Undang- Undang No. 23 Tahun 2003 yang mengatur tentang pemilihan umum presiden dan wakil presiden telah membuka ruang kontestasi dalam memperebutkan kekuasaan dan legitimasi kekuasaan politik. Indonesia telah dua kali melaksanakan pemilihan umum presiden dan wakil presiden yaitu 2004 dan 2009 dengan asas “JURDIL” yang merupakan singkatan dari jujur dan adil. Asas ini lahir di era reformasi menggantikan asar “LUBER” yang merupakan singkatan dari Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.
Demokrasi yang dibangun adalah demokrasi pancasila yang tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya, karena demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi. Karenanya rakyat mepunyai hak yang sama untuk menentukan dirinya sendiri. Begitu pula partisipasi politik yang sama bagi semua rakyat.
Ranah Aceh
Di aceh, dengan lahirnya Undang-Undang No.11 Tahun 2006 Tentang Pemerintahan Aceh, untuk pertama kalinya para kandidat dari partai politik dan perseorangan yang sekarang disebut dengan independen bertarung dalam pemilihan kepala daerah secara langsung yang dilaksanakan pada tanggal 11 Desember 2006 lalu.
Dalam perjalanannya, waktu lima tahun tidak terasa, pilkada telah didepan mata, pertanda bahwa lima tahun yang lalu telah habis masa jabatannya dengan segala dinamika yang ada, rakyat kembali berperan sangat penting untuk menentukan nasib Aceh lima tahun kedepan.
Untuk membentuk satu tatanan demokrasi, kepolisian harus menjamin tidak adanya intimidasi dan pemaksaan kehendak dari pihak manapun kepada rakyat yang ingin menentukan pilihannya dalam pesta demokrasi ini. Ini penting untuk diingat, sehingga bangunan demokrasi tidak memudar dan bahkan tidak berarti bagi rakyat.
Kalau ini terjadi maka, pesta demokrasi yaitu pemilihan kepala daerah (pilkada) secara langsung selanjutnya akan ditentukan oleh rakyat Aceh yang telah terdaftar di Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang ditentukan KIP aceh.
Dalam pesta demokrasi ini kekuasaan berada ditangan rakyat. Karena demokrasi merupakan satu sistem yang memberi peluang kepada rakyat untuk melibatkan diri dalam pembentukan keputusan atau pembentukan dasar. Demokrasi ialah sistem politik dimana ia boleh dikatakan seluruh rakyat membuat dan diberikan hak untuk memutuskan keputusan dasar dalam perkara-perkara penting seperti pesta demokrasi pemilihan kepala daerah provinsi/kabupaten/kota.
Untuk melahirkan pemerintahan yang demokrasi didasarkan pada pendekatan yang menyatakan bahwa semua manusia bebas dan mempunya hak yang sama. Oleh karena itu suara rakyat hendaklah didengar sekalipun dia dari golongan minoriti (minoritas) dalam sebuah daerah. Sehingga diharapkan dari proses ini akan lahir satu pemerintahan demokrasi.
Kekuatan rakyat terutama yang terdaftar di DPT sangat dipertaruhkan. Mengambil sikap untuk tidak memilih (golput). Kekecewaan tidak akan dapat terobati dengan kita memandang bahwa golongan putih (golput) adalah satu jalan terbaik. Karena, hari ini kekuatan ada ditangan rakyat untuk memilih pemimpin Aceh kedepan.
Membiarkan pilkada begitu saja berlalu tanpa memilih, sama dengan membiarkan Aceh terutama raknyatnya masuk ke lubang yang sama tanpa ada usaha untuk memperbaiki. Memilih diantara lima kandidat gubernur yang telah lolos verifikasi dan telah ditetapkan nomor urutnya adalah sebagai usaha untuk memperbaiki Aceh yang lebih baik dalam membangun masa depan rakyat Aceh.
Oleh karenanya sesuai dengan arti demokrasi itu sendiri yaitu dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. maka, sudah seyogyanya masyarakat aceh menentukan pemimpinnya dengan prinsip-prinsip demokrasi.
Dalam hal ini perlu kiranya kita cerna ungkapan bahwa “satu menit salah memilih lima tahun akan menanggung akibatnya”. Maka, memahami esensi dari demokrasi itu terutama rakyat yang telah terdaftar di DPT sangat penting. Rasa apatis dan pesimis yang menyelimuti rakyat karena pengalaman kelam masa lalu yang berujung pada acuh tak acuh haruslah dibuang jauh-jauh.
Akhirnya untuk memberikan spirit kepada kita perlu kiranya kita ingat kembali apa yang dikatan Tuhan dalam al-Qur`an 13:11 kepada manusia “Tidak akan berubah nasib seseorang, sekelompok orang, sebuah desa, kecamatan, provinsi dan negara kalau kita tidak mau merubahnya”. pilkada adalah salah satu Instrumen untuk merobah dan berbenah dalam menyongsong hari esok yang lebih baik. Akhirnya, pilihlah pemimpin yang sesuai dengan hati nurani. Karena hati nurani tidak pernah berbohong atas pilihan itu. Semoga!
*Oleh Nirwanuddin, Penulis Ketua Umum PEMA FKIP USM Priode 2007-2008 dan Sekretaris Umum BADKO HMI Aceh Periode 2010-2012.
Source : The Globe Journal
Posted with WordPress for BlackBerry.