HABIB Aboe Bakar Al Habsyi atau si Kopiah Haji, nama dan julukan ini sangat lekat di hati masyarakat Kalimantan Selatan. Betapa tidak, saat Pilkada Gubernur Kalsel telah berselang 2 tahun lebih, ingatan masyarakat Kalsel itu ternyata masih sangat kuat
“Itu sidin (beliau) yang bakopiah haji saat Pilkada lalu,” kata seorang perempuan tua di Simpur, Hulu Sungai Selatan (HSS) Kalsel saat ia meninjau dan memberikan bantuan untuk korban puting beliung di daerah tersebut.
Mendengar sebutan yang semakin melambungkan sosoknya dalam blantika politik lokal Kalsel tahun 2005 itu, sosok yang gampang akrab dengan siapapun ini, langsung menyunggingkan senyumnya yang khas.
Sebuah senyuman yang sangat ramah, yang saat dipajang di baleho saat Pilkada 2005 itu, merupakan gambar yang mendapat pujian dari banyak pihak sebagai “gambar promo” yang paling baik dan berkesan.
Sesungging senyum yang teduh, yang mengisyaratkan keramahan itu, akhirnya turut memperbanyak “pendulangan” suara. Meskipun hanya nomor dua, tapi memberikan kesan yang mendalam: sebuah dukungan politik dan amanah yang luar biasa.
Dalam banyak kesempatan, di berbagai daerah di Kalsel, yang di kota-kota, yang di desa-desa, yang di kampung-kampung, di pelosok-pelosok atupun di gunung-gunung, imej dan kenangan kopiah haji itu masih sangat melekat hingga sekarang.
Apalagi, sejak tahun 1998 hingga sekarang, setiap ke Kalsel, Habib Aboe Bakar Al Habsyi memang nyaris tak pernah pisah dengan kopiah putih tersebut. Hampir dalam tiap kesempatan, kopiah haji itulah men-trade mark dengan dirinya.
Alhasil, hingga kini, kopiah haji itu menjadi semacam imej dan pencitraan dirinya. Para pendampingnya di Kalsel saat ia berkeliling ke Kalsel untuk memenuhi undangan dengan banyak lapisan masyarakat, selalu mengingatkan soal kopiah haji tersebut.
Pendek kata, kopiah haji telah menjadi sebuah “cerita tersendiri” di samping kiprah, perjuangan dan dakwah yang tak pernah lelah ia lakukan di nyaris semua daerah di Bumi Antasari ini.
Bahkan, akhir tahun 2005 lalu, harian Banjarmasin Post dalam laporan akhir tahun bidang politik, menempatkan fenomenalitas kopiah haji sebagai kajian dan kaleidoskop akhir tahun dalam tulisan dan analisa yang cukup panjang di halaman muka.
Alhasil, makin lengkaplah sebuah fenomenologi kopiah haji dalam diskursus politik lokal Kalsel. Termasuk juga, analisa-analisa sesudah Pilkada yang membahas Political Marketing (politik pemasaran), menempatkan kopiah haji sebagai suatu kejutan politik yang luarbiasa. Padahal, kata sang pengamat itu, dulunya jinggel itu dianggap sebuah guyonan saja, bahkan terkesan kurang canggih.
Sesudah Pilkada, saat makan ketupat Kandangan di Banjarmasin, seorang wartawan menanyai Habib Aboe Bakar seputar kopiah haji tersebut. Dengan gaya santainya, ia menjawab, supaya mudah diingat masyarakat.
Namun, ia kemudian menambahkan cerita yang sesungguhnya di balik ide political marketing yang terkesan tak lazim tersebut. Saat itu, ia menjelaskan, kopiah haji merupakan sebuah identitas budaya, identitas religius, sekaligus simbol prestise yang paling populer di masyarakat Kalsel.
Sebagaimana diketahui, Kalsel merupakan daerah “pengirim” jamaah haji terbanyak di Indonesia sejak zaman penjajahan Belanda. Bahkan, di masyarakat, orang yang sudah naik haji mendapatkan “kehormatan dan penghormatan” yang berlebih dibanding orang yang belum haji.
Bahkan, di Martapura misalnya, kerapkali orang yang memakai kopiah haji tidak dirazia polisi. Padahal, kopiah haji dan helm tentu sangat jauh bedanya. Kenyataan ini menunjukkan, kopiah haji merupakan suatu nilai lebih bagi masyarakat Kalsel.
Berangkat dari pemahaman dan pengamatan itu, maka Tim Media Pemenangan Ismet – Habib dalam Pilkada Kalsel 2005 – 2010, menggunakan jinggel cucuk nang bakupiah haji sebagai jargon politik pemasaran.
Alhasil, dalam kampanye memang sangat fenomenal. Banyak massa kampanye datang dengan memakai kopiah haji, persis menirukan yang dipakai Habib Aboe Bakar. Apalagi, kalau Habib Aboe Bakar membagi-bagikan kopiah haji sebagai souvenir untuk massa kampanye yang selalu membludak itu, massa tampak sangat antusias mendapatkan kopiah haji tersebut.
Ini semua, hingga kini, yang turut memperlama tertanamnya ingatan kuat masyarakat Kalsel akan simbol kopiah haji yang fenomenal itu. Dan, tampaknya, riwayat kopiah haji ini, agaknya masih akan terus terpelihara dalam pahatan kenangan dan ingatan masyarakat Kalimantan Selatan yang mencintai dan dicintai Habib Aboe Bakar Al Habsyi: politisi santun, murah senyum dan rendah hati. Politisi yang tak pisah dari kopiah haji sampai kini. (*)
Tulisan ini dikutip dari website Fraksi PKS DPR RI