Home > Education > Political Marketing > Sketsa Pemilu 2009 Perilaku Orang/Lembaga Survei (2)

Sketsa Pemilu 2009 Perilaku Orang/Lembaga Survei (2)

Jakarta – Lembaga survei menuntut keterbukaan. Sebaliknya, mereka juga dituntut bersikap terbuka. Sikap dasar inilah yang tidak dimiliki oleh lembaga survei di sini, sehingga mereka sulit menepis sikap syak wasangka.

Seorang kawan yang sedang studi perilaku pemilih di salah satu universitas di Amerika Serikat, sangat heran sekaligus bertanya-tanya tentang perilaku lembaga survei akhir-akhir ini. “Mereka seakan-akan tidak pernah belajar bagaimana kode etik survei. Padahal itulah pengetahuan dasar yang mereka pelajari saat belajar di sini,” katanya.

Keterbukaan adalah sifat utama yang harus dijunjung tinggi oleh lembaga survei dan orang-orang yang terlibat di dalamnya. “Inilah yang selalu ditekankan kepada mahasiswa yang baru belajar ilmu survei,” kata kawan tadi. Keterbukaan penting karena dialah yang menyokong kredibilitas lembaga survei dan hasil-hasil survei yang diumumkannya.

Tanpa keterbukaan, publik menerima hasil survei dengan syak wasangka, karena survei perilaku pemilih terkait dengan preferensi politik pemilih dan perebutan jabatan politik. Tiadanya keterbukaan akan menempatkan lembaga survei sebagai organ kampanye yang berusaha mempengaruhi pemilih untuk memenangkan kandidat yang membayarnya.

Bagaimana mengukur keterbukaan sebuah lembaga survei? Gampang saja! Pada saat mengumumkan hasil survei, lembaga tersebut tidak hanya menyampaikan resume atau kesimpulan hasil survei, melainkan juga membuka semua dokumentasi survei, mulai dari proposal survei, metode survei, pengumpulan bahan, input data dan analisis data.

Semua bahan dasar itu perlu dibuka ke publik. Kini, lembaga survei tidak lagi mengalami kesulitan untuk melakukannya: cukup dengan memajang di internet, di situs web masing-masing. Jika pun tidak punya situs web, bisa juga dipajang di situs web gratis yang banyak ditemui di dunia maya.

Raw material survei itu perlu dibuka ke publik, agar siapa pun leluasa mengecek kesahihan survei, sekaligus mengkritisi kekurangan dan kelemahannya, serta memuji keunggulannya bila memang demikian adanya.

Sayang hal ini belum pernah terjadi di sini. Masuklah ke website lembaga survei, di situ Anda hanya menjumpai resume atau kesimpulan hasil survei. Bahan dasar survei tak pernah ditunjukkan.

“Tidak semua orang bisa membaca bahan dasar survei. Kesimpulannya saja sudah cukup!” demikian jawab seorang direktur lembaga survei, ketika saya tanya.

Jawaban itu mencerminkan satu hal: para pelaku survei menganggap orang lain tidak paham dengan pekerjaannya. Tentu ini sebuah keangkuhan intelektual sekaligus merendahkan kecerdasan banyak orang: menganggap orang lain bodoh, seakan ilmu survei tidak bisa dipelajari.

Selain itu, mereka seakan belum menyadari, bahwa dengan membolehkan siapa saja mengakses bahan dasar survei, jika ada pihak yang mempertanyakan kesahihan surveinya, mereka cukup bilang: silakan cek ulang bahan-bahan dasar survei kami! Dengan demikian, siapa yang bersyak wasangka bisa menguji sendiri kebenaran syak wasangkanya! ( diks / asy )

Source : Detik Pemilu

You may also like
Suara Rakyat, Suara Siapa?
SBY dan Anomali Presidensial
Musim ‘Kawin’ Politik
Politik Kaum di Aceh

Leave a Reply