Jakarta, Kompas – Kegagalan pemerintah memberantas korupsi seperti yang dipersepsikan publik dari hasil survei Lembaga Survei Indonesia dinilai bersumber pada ketidakmampuan Presiden membenahi kejaksaan dan kepolisian sebagai instansi penegak hukum yang langsung di bawah kendalinya.
Survei LSI tentang kepercayaan publik menjadi gambaran nyata atau cerminan kondisi penegakan hukum yang diskriminatif dan kegagalan pemberantasan korupsi. Survei itu menunjukkan publik tak lagi percaya pada pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam memberantas korupsi (Kompas, 9/1).
”Saya kira kegagalan itu bersumber karena pemerintah. Presiden Yudhoyono tidak mau membenahi kejaksaan dan kepolisian sehingga reformasi birokrasi yang dilakukan pemerintah tak bertenaga,” kataSekretaris Jenderal Transparency International Indonesia Teten Masduki di Jakarta, Senin (9/1).
Menurut Teten, kegagalan dalam mereformasi birokrasi, termasuk di kejaksaan dan kepolisian, karena Presiden Yudhoyono tak berani menyingkirkan pejabat lama yang dibesarkan pada masa Orde Baru.
Wakil Ketua Umum DPP Partai Gerindra Fadli Zon mengatakan, survei LSI memberi gambaran nyata bahwa penegakan hukum yang diskriminatif menjadi sorotan publik sehingga tren persepsi publik tentang penegak- an hukum menurun drastis, yaitu per Desember 2011 di titik paling rendah, minus 7.
”Penegakan hukum masih diskriminatif terhadap mereka yang punya dukungan kekuasaan. Intervensi politik masih sangat dominan dalam proses pemberantasan korupsi. Akibatnya, penegak hukum menjadi tak profesional dan memihak,” katanya.
Peringatan
Secara terpisah, Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan Indonesia Corruption Watch (ICW) Febri Diansyah mengatakan, survei LSI seharusnya jadi peringatan bagi pemerintah dan Presiden Yudhoyono bahwa ada gelombang ketidakpercayaan dari rakyat terhadap janji pemberantasan korupsi.
Febri menilai, hasil survei yang menempatkan kepolisian jauh lebih bersih daripada KPK tak menggambarkan realitas nyata. Pasalnya, dugaan korupsi di instansi Polri tidak sedikit. ”Yang paling jelas dan dibela korps Polri adalah kasus rekening tak wajar milik petinggi Polri. Belum lagi kasus mafia hukum Gayus Tambunan ternyata hanya menjerat penyidik Polri,” katanya.
Menurut pengamat politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Indria Samego, hasil survei LSI itu menunjukkan, Indonesia belum menjadi negara hukum, melainkan menjadi negeri kekuasaan. Presiden Yudhoyono seharusnya memperbaiki keadaan ini. ”Yang kita perlukan adalah teladan,” katanya.
Direktur Pusat Kajian Politik Departemen Ilmu Politik FISIP Universitas Indonesia, Depok, Sri Budi Eko Wardhani mengatakan, kondisi saat ini bisa menjadi salah satu faktor menurunnya minat orang memilih Partai Demokrat. (bil/lok)
Source : Kompas.com