BANDA ACEH – Syarat mampu baca Alquran bagi calon anggota DPRA dan DPRK dinilai menguntungkan partai politik lokal (Parlok), karena masyarakat akan mengetahui kualitas wakil-wakil rakyat yang akan mereka pilih pada Pemilu legislatif 2009.
“Keputusan Mendagri yang tidak mencoret Pasal 13 Qanun/Perda Nomor 3 tahun 2008 tentang syarat baca Alquran bagi calon legislatif sangat positif sekali dan itu menguntungkan Parlok,” kata ketua umum DPP partai bersatu Aceh (PBA), Humam Farhan Hamid di Banda Aceh, Jumat.
Ia menyatakan hal itu ketika dimintai tanggapannya berkaitan dengan keputusan Mendagri berkaitan dengan Qanun No.3/2008 tentang Parlok.
Mendagri menyatakan, Pasal 36 Qanun Nomor 3/2008 yang mengatur tentang persyaratan dapat membaca Alquran bagi calon anggota DPRA dan DPRK dari partai politik nasional (Parnas) harus dicabut.
Sementara Pasal 13 tidak dicabut dan minta penjelasan menyangkut indikator yang jelas terhadap uji kemampuan baca Alquran sehingga tidak menimbulkan konflik dalam penerapannya.
Pemerintahan Aceh hanya berwenang mengatur Parlok, sedangkan Parnas tetap menggunakan peraturan sendiri yang berlaku secara nasional, kata Mendagri, HM Mardiyanto dalam suratnya tertanggal 18 Juli 2008 mengenai klarifikasi Qanun No.3/2008 yang dikirim kepada Gubernur Aceh.
Selanjutnya Farhan yang juga anggota DPR RI dari PAN itu menyatakan, masalah syarat baca Alquran itu tidak perlu diperdebatkan lagi, karena peraturan itu sangat positif bagi Parlok.
Syarat itu juga merupakan salah satu kekhususan bagi Aceh, yang tidak diberlakukan bagi daerah lainnya di Indonesia.
“Kita bersikap positif saja dengan keputusan itu, sehingga Aceh lebih dikenal oleh masyarakat Indonesia dan internasional karena memiliki kekhususan itu,” katanya.
Ia mengemukakan, mungkin saja pada Pemilu mendatang masyarakat Aceh tidak mau memilih Caleg dari Parnas, karena mereka tidak mengetahui kemampuan para calon wakil rakyat itu dalam membaca Alquran yang merupakan kewajiban bagi masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam.
Ketika ditanya apakah akan menimbulkan konflik baru, ia yakni hal itu tidak akan terjadi, bahkan seluruh Parlok peserta Pemilu akan menerima, karena secara politik sangat diuntungkan.
Sementara itu, sekretaris jenderal (Sekjen) partai rakyat Aceh (PRA), Thamren Ananda menanggapi koreksi Mendagri itu mengatakan, pada prinsipnya pihaknya tidak keberatan atas pencabutan pasal 36 Qanun No.3/2008, namun dikhawatirkan akan menimbulkan konflik baru.
“Bukan berarti kami tidak setuju dengan syarat kemampuan baca Alquran, tapi dikhawatirkan akan terjadi konflik baru, karena adanya diskriminatif antara Parnas dengan Parlok,” katanya.
Masalahnya, lanjut Thamren, Caleg yang akan dipilih sama-sama akan duduk di DPRA dan DPRK, sehingga ada perbedaan, yang satu harus tes kemampuan baca Alquran yang satu lagi tidak. “Ini agak aneh dan dkhawatirkan akan menimbulkan kecemburuan,” katanya.
Untuk itu, ia berharap agar DPRA meninjau kembali pasal 13 tersebut. “Kalau memang Mendagri mencoret pasal 36, DPRA yang membuat Qanun tersebut mencoret juga pasal 13, sehingga tidak adanya diskriminatif,” katanya.
Ia menyatakan, seandainya terjadi konflik akibat pasal 36 dan pasal 13, maka Mendagri dan DPRA harus bertanggungjawab.
[fra/ann]
Source : Harian Waspada