JAKARTA, KOMPAS.com — Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie alias Ical menjanjikan akan membawa Partai Golkar menjadi kendaraan politik untuk kesejahteraan rakyat selama masa kepemimpinannya. Hal itu diutarakannya seusai terpilih sebagai ketua umum 2009-2015 pada 8 Oktober lalu. Bagi Ical, oposisi atau koalisi tak bisa diimplementasikan dengan kaku. Meski berada di pemerintahan, ia menjanjikan Partai Golkar akan tetap kritis terhadap kebijakan yang tidak pro rakyat.
Akan tetapi, pengamat politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ikrar Nusa Bakti, meragukan janji Ical. Kedekatan Ical dengan presiden terpilih, Susilo Bambang Yudhoyono, akan menghambat gerak Partai Golkar untuk menjadi kekuatan penyeimbang.
“Aburizal Bakrie ini terlalu dekat dengan SBY. Hal ini menyebabkan Golkar akan sulit melakukan gerakan-gerakan politik,” kata Ikrar, pada diskusi “Golkar Kini dan Masa Depan”, di Jakarta, Sabtu (10/10).
Jika ingin melakukan langkah politik progresif, menurut Ikrar, Partai Golkar harus menegaskan posisinya apakah memilih oposisi atau koalisi. Ical sendiri, dalam pidato politiknya, mengungkapkan, Partai Golkar akan tetap kritis meski berada di pemerintahan.
“Di mana barunya, kalau begitu? Lagi pula, kalau Golkar mau memiliki gaya baru, mengapa dalam jajaran teras atas (DPP Partai Golkar) tidak ada regenerasi?” ujarnya.
Menurut dia, komposisi pengurus pusat Partai Golkar tak menggambarkan semangat baru yang dijanjikan Ical. “Lihat wakil ketua umumnya (Agung Laksono dan Theo L Sambuaga), orang lama. Tidak ada orang muda. Itu sebabnya, saya mengatakan, senja kala sedang terjadi di Golkar,” kata Ikrar.
Source : Kompas.com