Home > Education > Political Marketing > Tgk Muksalmina: Itu Kewajiban Pemerintah Aceh

Tgk Muksalmina: Itu Kewajiban Pemerintah Aceh

MENANGGAPI adanya eks-GAM yang mengaku sakit hati, Juru Bicara KPA Aceh, Tgk Muksalmina, kepada Kontras Selasa (6/4) mengatakan, jika masalahnya mengenai lapangan kerja atau kesenjangan ekonomi, Pemerintah Aceh berkewajiban mencari solusinya, karena pada dasarnya eks-GAM tak dapat terlalu dibedakan dengan masyarakat biasa dalam segi pembangunan. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya ketimpangan sosial antara eks-GAM dengan masyarakat. Dengan demikian proses reintegrasi dapat berlangsung dengan benar. Apalagi saat ini Aceh masih dalam masa transisi pascadua masalah besar yakni bencana tsunami dan konflik berkepanjangan. Dalam situasi ini, bukan hanya eks-GAM, hampir seluruh masyarakat Aceh masih sulit dalam segi ekonomi. “Masyarakat juga butuh lapangan kerja. Menciptakan lapagan kerja bagi korban konflik, korban tsunami, dan eks-GAM merupakan kewajiban Pemerintah Aceh,” katanya.

Mengacu kepada hal itu, katanya, ketika sejumlah eks petinggi GAM dinilai tak lagi mempedulikan mantan bawahannya, secara keseluruhan eks-GAM tidaklah punya sumber dana khusus untuk menjadikan seseorang bisa hidup mewah. Masalah yang muncul setelah damai merupakan tanggung jawab pemerintah. Jika ada yang mengatakan sejumlah eks-GAM pandai memanfaatkan peluang, hal yang sama tentunya dimiliki oleh seluruh eks-GAM termasuk masyarakat. “Saya beri contoh ya, di Aceh Besar mengapa ada eks-GAM yang berhasil dalam menjalankan usaha. Mereka ini bahu-membahu dengan masyarakat setempat, membuat kelompok menjalankan usaha pertanian dan perkebunan strawberry. Begitu juga di Pidie, ada eks GAM yang sukses menjalankan bisnis jasa angkutan, sementara di Lhokseumawe mereka berhasil di bidang perkebunan sawit. Mereka ini pintar melirik usaha dan mengajukan proposal, tak hanya berharap harus bekerja di bidang konstruksi dan proyek tender pemerintah. Sebagian ada yang meminjam uang ke bank dan menjaminkan lahan mereka. Artinya, eks-GAM, baik KPA (mantan kombatan) maupun eks sipil GAM, semua harus berpadu dan melibatkan masyarakat dalam setiap sendi kehidupan,” katanya.

Dikatakan, agar tidak tercipta rasa terkucil atau menilai ada perbedaan mencolok dari segi ekonomi, semua eks-GAM harus ada kemauan untuk berubah. Disamping itu, komunikasi harus tetap dijaga melalui pimpinan masing-masing di setiap wilayah atau kabupaten/kota. Keluhan eks-GAM seharusnya selalu dikonsultasikan dengan pimpinan di wilayah, sehingga semua dapat dicarikan solusi sesuai situasi yang berkembang.

Jangan termakan isu
Disinggung mengenai adanya pernyataan bahwa sejumlah eks petinggi GAM hanya memperkaya diri dan tak menghiraukan mantan bawahannya, Muksalmina menjelaskan, pada dasarnya isu tersebut merupakan isu pembiaran sebagaimana dulu adanya isu intimidasi yang dilakukan oleh eks-GAM. Isu seperti ini sangat berbahaya dan dapat memisahkan eks-GAM dengan masyarakat, padahal GAM dulunya juga eksis karena adanya dukungan moril dari masyarakat. Dalam situasi Aceh yang terpuruk pascatsunami dan konflik, setiap eks-GAM harus berupaya menciptakan perubahan, dimulai dari diri masing-masing. Sistemnya harus diawali dengan mengetahui bakat dan kemampuan yang dimiliki. Setelah itu dikonsultasikan dengan pemerintah atau dinas terkait.

Begitupun, hal seperti ini tak boleh menyebabkan tercipptanya celah perbedaan dengan masyarakat, artinya masayarakat dan eks-GAM harus punya hak setara. “Eks-petinggi GAM tentu tak bisa secara langsung memberi bantuan materi atau pekerjaan kepada mantan GAM, karena jumlahnya sangat banyak. Terlebih lagi Aceh ini bukanlah sebuah negara yang merdeka melainkan masih dalam NKRI. Tugas utama eks petinggi GAM adalah tetap melobi pemerintah pusat terhadap adanya perjanian menciptakan lapangan kerja bagi korban konflik dan eks-GAM. Jika ada yang minta dilibatkan dalam proyek, perlu saya luruskan bahwa GAM tidak terlalu terfokus kepada hal itu. Itu bukan profesi GAM, itu pekerjaan kontraktor. Jika pun ada, itu sah-sah saja sebagaimana halnya masayarakt biasa yang memanfaatkan kesempatan atau keahlian melirik dan terlibat dalam sejumlah bidang usaha. Namun tetap tidak bisa bertentangan dengan asas-asas yang berlaku. Tugas utama kami adalah menjaga stabilitas politik,” katanya.

Dijelaskan, semua eks-GAM bisa saja terlibat dalam sejumlah dunia usaha namun harus tetap mempertimbangkan kemampuan pribadi dan kemampuan pemerintah. Disamping itu tetap harus ada kemauan yang wajar dan tidak meminta hal yang aneh-aneh. Jika para eks-GAM yang sakit hati meminta dilibatkan dalam sejumlah pekerjaan yang digeluti sejumlah petinggi GAM, Muksalmina menegaskan, hal itu bisa saja ditolelir sejauh masih dalam batas kewajaran. Pada kenyataannya jumlah petinggi yang disebut-sebut “sukses” hanyalah sedikit sehingga tidak mungkin semua orang bisa tertampung dan terlirik. “Dalam hal ini, solusinya tetap ada di pemerintah untuk membuka lapangan kerja. Dengan demikian tingkat kesulitan ekonomi dan tindak kriminal dapat ditekan,” katanya.

Dikatakan, pemerintah bisa saja menciptakan lapangan kerja dalam berbagai item, seperti bidang perikanan, perkebunan, pertanian, dan industri kecil. Jadi tak semua terfokus harus kepada proyek pemerintah. Untuk dapat berhasil, hal ini harus diiringi oleh program pendidikan baik melalui diklat dan pelatihan. Dengan demikian, apabila ada peluang, semua kegiatan dapat berjalan efektif. Masalah ini sebenarnya selalu disampaikan para petinggi GAM kepada gubernur dan menuntut pemerintah pusat untuk dapat menciptakan lapangan kerja. “Kita juga intens melakukan lobi-lobi politik ke pusat dalam memperjuangkan poin-poin MOU yang belum terelalisasi. Hal ini tidaklah mudah dan tidak mungkin secepat yang kita inginkan. Semua itu butuh proses karena sifat politik itu memang sangat lama,” kata mantan kombatan yang kini merupakan calon sarja hukum pada salah satu perguruan tinggi swasta di Banda Aceh.

Disinggung mengenai adanya kekhawatiran bahwa eks-GAM yang sakit hati nantinya dapat terorganisir atau dimanfaatkan oleh GAM anti MOU, Muksalmina mengatakan, semua eks-GAM dan masyarakat jangan mudah termakan isu. Dia mengakui tidak semua mantan GAM dapat dijamin untuk tidak terpengaruh. Namun demikian, tidak seharusnya perdamaian ini kembali terganggu oleh orang-orang yang tidak bertanggung-jawab. “Jika ada yang mengganggu MOU, dia bukan saja musuh GAM tapi juga musuh seluruh masyarakat Aceh. Semua tindakan yang melanggar hukum tentu ada konsekuensinya. Dalam hal ini aparat hukum yang berwenang menanganinya. Seperti halnya GAM anti MOU, mereka akan berurusan dengan pihak keamanan karena bertentangan dengan Indonesia dan masyarakat Aceh. Dulu kenapa mereka tidak berperang bersama kita,” katanya.

Solusinya, katanya, mereka yang mengaku sakit hati harus punya keinginan untuk berubah dan memanfaatkan peluang yang ada. Harus diketahui, tak mungkin seluruh masyarakat Aceh dapat disamakan secara ekonomi, demikian juga antara eks-GAM dengan atasannya. Disamping itu harus diingat pula, lanjutnya, tak boleh ada perbedaan atau pun peng-istimewaan terhadap eks-GAM, kerena ini berpotensi terciptanya celah dengan masyarakat. “Tak boleh ada juga perbedaan yang kentara dengan masyarakat. Semoga mereka semua dapat mengerti, semua yang sedang berjalan harus dipandang secara objektif dan dengan hati yang dingin,” pungkas Muksalmina. (gun)

Tabloid KONTRAS Nomor : 536 | Tahun XI 8 – 14 April 2010, 13 April 2010

You may also like
A Fork in the Road for Aceh
Fase-fase Transformasi MoU Helsinki
Pimpinan Politik GAM Bertemu Marti Ahtisaari
Hasan Tiro, Nietzsche, dan Aceh

3 Responses

  1. GrandOfVotes

    Eks-GAM juga manusia, sama seperti masyarakat biasa.
    Yang bisa survive ya survive, yang mampu eksis ya tetap akan eksis.
    Kalau mereka menjadi kewajiban pemerintah Aceh, ya semua masyarakat aceh menjadi kewajiban dan tanggung jawab pemerintah aceh.
    Kalau disediakan lapangan kerja, ya apa bedanya dengan masyarakat biasa yang juga emang butuh lowongan kerja.
    Apa emang berlaku “hak istimewa” bagi suatu kelompok atau komunitas di Aceh?
    Intinya, kalo mau hidup ya berusaha, kalo mau lebih dari sekedar hidup ya harus lebih berusaha, kalo mau sukses ya berusahalah di atas usaha rata-rata. 🙂

Leave a Reply