Banda Aceh – Perseteruan politik semakin tajam dan menjadi berita utama sejumlah media lokal. Kisruh politik juga menjadi “topik” utama dibicarakan masyarakat di warung-warung kopi di Aceh, persoalan ini terus menyeret kesemua kalangan baik itu masyarakat sipil, petani, nelayan, birokrat, pengusaha dan tidak tertutup kemungkinan Ulama didalamnya.
“Kita menghimbau kepada para ulama yang ada di Aceh untuk tidak terjebak kedalam politik pratis. Hal ini sangat membahayak persoalan umat, jika nanti ada terjadi sesuatu yang berkaitan dengan persoalan umat siapa yang akan menjadi penengahnya kalau ulama sudah berpolitik praktis,” kata Azhar.
Hal demikian disampaikan Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Aceh (DPD IMM Aceh) kepada The Globe Journal, Selasa (25/10).
Azhar menambahkan ulama semestinya harus konsen terhadap pencerdasan umat, agar ulama berada dalam posisi yang dihormati dan punya karismatik tersendiri dan tidak mencampur adukkan peran ulama sebagai pewaris para nabi dengan peran politik yang ujung-ujungnya bagaimana mempengaruhi orang lain untuk tujuan politiknya.
“Saat ini sudah tidak menjadi rahasia lagi hampir semua tokoh politik mendekati para ulama untuk kepentingan politiknya,”tukasnya.
Ketika ulama merambah kewilayah politik, maka rakyat akan menilai ulama juga punya kepentingan, sebab kultur politik kita sarat dengan etika dan moral. “Kalaulah politik itu dia anggap kotor maka janganlah orang-orang yang dianggap bersih mengotorinya,” tegas Azhar.
Source : The Globe Journal
Saat menghadapi PILKADA di ACEH, kepada para CALON & para pemilih silahkan petik dulu tebaran HIKMAH AGUNG di link ini
“Memotret Perjuangan Imam Husein dalam Tragedi Karbala”
http://syekhblogger.blogspot.com/2010/12/memotret-perjuangan-imam-husein-dalam.html
Kutipan:
“Apabila keadaannya tidak seperti yang engkau yakini, menurut arah yang tidak engkau setujui, atau untuk mengakui hanya karena orang lain berkata kepadamu, ‘Berusahalah untuk memberikan pengakuan” sambil memaksa kamu dengan ancaman, penindasan, atau paksaan; pada saat itu yang terjadi padamu adalah pengakuan seorang budak yang tidak memiliki kemampuan untuk berkehendak. Mengapa? Karena orang lainlah yang menghendaki atau tidak menghendakinya.” (Fi Rihab Ahl al-Bayt, 338-339).
Dalam konteks KPU, BPS, P4B, (KIP di Aceh) sebenarnya secara tak langsung sedang disadarkan akan arti sebuah ucapan ya’ pada saat rakyat Indonesia (di Nanggroe Aceh Darussalam) mampu mengucapkan ‘tidak’.
Secara singkat, Imam Husein berpesan:
Taatilah seorang pemimpin atau penguasa selama kamu yakin bahwa ketaatanmu kepadanya didasarkan pada HATI NURANImu, pada kebenaran yang kamu yakini. Bila ia memaksamu untuk melakukan sesuatu yang tidak kamu yakini sebagai kebenaran, wajib bagimu melakukan perlawanan. Imam Husein juga menegaskan bahwa kamu juga wajib melawan penguasa – siapa saja dia: sejak suami atau atasan kamu sampai kepada orang yang memegang pemerintahan baik eksekutif, legislatif, atau judikatif – bila dia MENENTANG SUNNAH RASULULLAH saw.
Masih dalam khutbahnya yang sama, Imam Husein memperinci karakteristik pemimpin yang menentang sunnah Rasulullah saw:
* Mereka menimbulkan kerusakan
* Melecehkan hukum,
* Mendahulukan kekayaan,
* Menghalalkan apa yang diharamkan Allah
* Mengharamkan apa yang dihalalkannya.
Tugas seorang pemimpin ialah:
MEMPERBAIKI rakyatnya secara RUHANIAH dan JASMANIAH.
Note:
M.t. Ali alumni David Game College (London), ITB-Geologi (Bandung) dan IPMI-MBA (Jakarta). Ayah & kakeknya dari Bieureun. “Bersinergi untuk Aceh” pada bidang ekonomi, sosial, budaya. Kini mulai merintis terciptanya Aceh Seulawah Airlines (ASA) bagi MARWAH ACEH DARUSSALAM.
Saat ini tinggal di Lorong Pocut Meurah, Kel. Merduati, Kec. Kotaraja, Kota Banda Aceh. Email: mat59oke@gmail.com