Jakarta, Kompas – Kewajiban partai politik untuk mengikuti verifikasi badan hukum dinilai memberatkan. Aturan itu dicurigai sebagai upaya untuk menghambat parpol kecil dan parpol baru untuk mengikuti pemilihan umum.
Penilaian itu disampaikan Sekretaris Jenderal Forum Persatuan Nasional (FPN) Didi Supriyanto di Jakarta, Selasa (14/12). Ia menanggapi klausul kewajiban parpol mengikuti verifikasi dalam draf perubahan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Parpol. Dalam draf yang disepakati Komisi II DPR dan pemerintah itu disebutkan, parpol baru dan parpol lama yang telah berbadan hukum wajib mengikuti verifikasi. Parpol lama harus menyesuaikan diri dengan aturan baru yang diatur dalam revisi UU Parpol.
Menurut Didi, seharusnya verifikasi tidak diberlakukan bagi parpol lama yang telah berbadan hukum. Aturan verifikasi itu bertentangan dengan Pasal 8 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum DPR, DPD, dan DPRD, yakni parpol peserta pemilu pada pemilu sebelumnya bisa menjadi peserta pada pemilu berikutnya.
”Jadi, untuk apa ada verifikasi lagi? Ini akan mubazir,” katanya.
Sekretaris Jenderal Partai Patriot Sulistyanto juga mempertanyakan dasar aturan verifikasi. Seharusnya aturan baru itu tidak bertentangan dengan UU Pemilu yang lebih dulu mengatur seluruh parpol peserta pemilu otomatis bisa mengikuti pemilu berikutnya.
Selain itu, syarat pendirian parpol dalam UU 2/2008, kata Didi, sudah memadai sehingga tidak perlu diubah. Penyesuaian syarat kelembagaan dan kepengurusan melalui verifikasi akan memberatkan parpol kecil.
Dalam draf revisi UU Parpol disepakati, parpol harus memiliki kepengurusan di 100 persen provinsi, 75 persen kabupaten/kota di setiap provinsi, dan 50 persen kecamatan di setiap kabupaten/kota. Selain itu, parpol harus memiliki kantor tetap di setiap tingkatan hingga tahapan pemilu berakhir.
”Bagi kami (Partai Demokrasi Pembaruan) tidak masalah. Namun, tentu tak semua partai kecil punya infrastruktur dan kantor. Tak mudah bagi partai kecil untuk melakukan konsolidasi lagi,” ujar Didi, yang juga menjabat Sekretaris Pimpinan Kolektif Nasional Partai Demokrasi Pembaruan (PDP).
Didi dan Sulistyanto mencurigai, aturan baru dalam revisi UU Parpol sengaja diberlakukan untuk membunuh parpol kecil. ”Pemerintah sepertinya paranoid. Hal yang saya tanyakan adalah nawaitu (niat)-nya, apakah ingin membunuh?” kata Sulistyanto.
Secara terpisah, A Muzani, Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra), menambahkan, verifikasi seharusnya diberlakukan pada parpol baru, bukan parpol lama. Apalagi, UU Pemilu sudah menjamin parpol yang lolos electoral threshold otomatis dapat mengikuti pemilu berikutnya. (NTA)
Source: kompas.com
Posted with WordPress for BlackBerry.