Home > Education > Political Marketing > Yudi: Mesin Parpol Tidak Berjalan

Yudi: Mesin Parpol Tidak Berjalan

JAKARTA, KOMPAS.com – Perpindahan basis dukungan suara dalam pemilihan Presiden dan Wakil Presiden diprediksi akan terjadi, Rabu (8/7). Migrasi politik terjadi bukan karena dukungan mesin partai politik yang bekerja secara optimal terhadap masing-masing calon Presiden dan Wapres. Akan tetapi, selain terjadi karena adanya kekuatan civil society melalui para tokoh dan organisasi-organisasi keagamaan dan sosial yang digerakkan oleh pandangan-pandangan para tokoh juga karena penetrasi iklan dan debat para capres dan cawapres melalui berbagai media massa.

Hal itu disampaikan pengamat politik dari Reform Institute, Yudi Latief, kepada Kompas, seusai diskusi publik Membedah Akurasi Hasil Survey dan Prediksi Pilpres, di Jakarta, Selasa (7/7) sore. Mesin partai politik tidak berjalan, sehingga kekuatan civil society dan ormas-ormas beserta tokoh-tokohnya semakin banyak dilibatkan untuk memotivasi. “Ini akan banyak memberikan dampak kepada pencitraan capres dan cawapres,” ujar Yudi.

Menurut Yudi, dukungan partai politik yang banyak terhadap pasangan capres dan cawapres, tidak menjadi jaminan mengingat dukungan yang banyak dari partai politik justru menimbulkan persoalan tersendiri pada basis massanya. “Oleh karena itu, yang menentukan migrasi politik bukan mesin partai, melainkan penetrasi iklan dan debat serta kampanye para capres serta pandangan tokoh ormas, yang terjaring lewat kekuatan kelas menengah,” tambah Yudi.

Dikatakan Yudi, migrasi politik terjadi karena adanya 36-39 persen pemilih mengambang, yang hingga kini masih ragu untuk menentukan pilihan yang tepat kepada para capres dan cawapres. “Keragu-raguan mereka itulah yang akan sangat ditentukan dengan pandangan para tokoh, dan penetrasi iklan dan debat serta kampanye, yang meneguhkan dan mempengaruhi pilihannya,” lanjut Yudi.

“Migrasi tergantung di mana basis politiknya. Migrasi terjadi di pasangan Mega Pro dan JK-Win, terutama di lapisan bawah dan pedesaan. JK-Win di basis massa agama dan kelas menengah. Kalau SBY-Boediono migrasi politiknya sudah maksimal, mengingat kerangka untuk memobilisasi massa sudah permanen sehingga tidak terjadi pembaruan jaringan,” demikian Yudi.

Prediksi dua putaran

Sementara, Lembaga Riset Indonesia (LRI) yang dipimpin Johan Silalahi memprediksi akan terjadinya dua putaran pilpres di mana pasangan SBY Boediono dan JK-Win akan memperoleh dukungan suara di atas 30 persen. Sedangkan, Mega Pro diprediksi memperoleh suara di atas 20 persen.

Namun, menurut pengamat Komunikasi Politik, Effendi Ghazali, pilpres besok akan menjadi penentuan bagi nasib sejumlah lembaga riset yang selama ini memprediksi hasil pilpres. “Kita akan melihat besok (Rabu) adalah hari penentuan matinya lembaga-lembaga riset yang keliru melakukan riset terhadap capres. Kalau keliru, saatnya mereka kita makamkan,” ujarnya.

Ia juga mengingatkan agar masyarakat bersiap diri menghadapi perhitungan lembaga riset yang berbeda-beda melakukan quick count karena adanya lembaga yang independen dan ada yang dibayar capres tertentu.

Johan Silalahi sendiri mengaku jika prediksinya atas hasil pilpres keliru, lembaganya akan membubarkan diri.

Source : kompas.com

You may also like
Azyumardi: Forum Rektor Tak Proporsional
LSI Optimistis Pilpres Hanya Satu Putaran
Puskaptis: Figur SBY Penentunya
Peluang Satu Atau Dua Putaran “Fifty-Fifty”

Leave a Reply