Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Jimly Asshiddiqie menilai hasil survei popularitas Presiden RI yang dilakukan Indo Barometer seharusnya menjadi momentum pembenahan sistem berdemokrasi maupun kinerja pemerintahan yang belum memuaskan.
Kepada pers seusai mengikuti seminar “Islam, Nasionalisme dan Masa Depan Negara Bangsa Indonesia” di Gedung DPR di Jakarta, Rabu (18/5), dia memandang sedikitnya ada dua hal yang harus dibenahi yakni sistem berdemokrasi yang belum terbangun secara solid dan para pemimpinnya di berbagai tingkatan yang masih sekadar mencari popularitas semata.
Ia menjelaskan perubahan iklim dan model demokrasi yang sangat cepat pada bangsa Indonesia ternyata tidak diikuti dengan sikap mental yang memadai segenap rakyatnya.
“Adanya kultur baru yang berubah dari sistem lama ke demokrasi saat ini ternyata tidak semuanya siap mengikuti perubahan tersebut,” ujar mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu.
Pada saat yang sama, katanya, para pemimpinnya dari tingkat yang terbawah hingga teratas ternyata juga hanya mengejar popularitas di mata rakyat dan mereka cenderung tidak berani melakukan perubahan yang tidak populer.
Jimly menilai hasil survei yang dilakukan lembaga penelitian Indo Barometer harus disikapi secara proporsional dan bahkan hal tersebut perlu dijadikan momentum untuk membenahi hal-hal yang masih kurang di mata rakyat.
“Jadi objektif saja menilai semuanya karena pada setiap perjalanan waktu pasti ada siklus dan orang bisa saja dengan mudah teringat pada romantisme masa lalu,” ujarnya.
Jimly juga menilai bahwa sangat tidak adil membandingkan satu periode pemerintahan yang sedemikian lama hingga lebih dari tiga dasawarsa dengan masa pemerintahan yang belum genap dua periode saja.
Selain itu, tantangan dan persoalan pada masa-masa yang berbeda itu tentunya juga sangat berbeda.
Berdasarkan hasil survei indeks kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY-Boediono yang dikeluarkan Indo Barometer, persentase kepuasan publik terhadap kinerja pemerintahan SBY-Boediono di bawah 50%, yakni 48,9% untuk SBY dan 36,1% untuk Boediono. Ketidakpuasan itu terutama pada bidang ekonomi (41,2%) dan hukum (46,7%).
Ketidakpuasan pada masalah ekonomi disebabkan masih banyaknya pengangguran dan kurangnya lapangan kerja.
Hasil survei juga mengungkapkan bahwa 28,2% responden menyatakan kondisi saat ini lebih buruk jika dibandingkan dengan sebelum reformasi sedangkan 27,2% mengatakan kondisi sekarang sama saja dengan sebelum reformasi. Hanya 22,8% yang menyebutkan kondisi saat ini lebih baik daripada sebelum reformasi.
Survei tersebut dilakukan Indo Barometer terhadap 1.200 responden berusia 17 tahun ke atas di 33 provinsi pada 25 April-4 Mei 2011. Responden dipilih secara “random sampling” dengan “margin of error” sekitar 3,0% pada tingkat kepercayaan 95%. (Ant/wt/X-12)
Source : Media Indonesia
Posted with WordPress for BlackBerry.